Halaman

Rabu, 04 Oktober 2017

Indonesia negara swasembada hukum



Indonesia negara swasembada hukum

Di Indonesia, hanya tanam padi yang ramai-ramai di sawah. Sekarang, para punggawa pemerintah dimulai sang presiden, ramai-ramai mengatakan swasembada beras utawa mencukupi kebutuhan diri atau bangsa akan beras tanpa mengandalkan impor. Kata Nawacita dan Trisakti, diperkuat dengan ramuan ajaib revolusi mental.

Akhirnya, sang presiden sebagai petugas partai pdip, hanya geleng-geleng kepala. Dengan logat Jawa-Solo berujar datar “édan tenan, malah do ora sembada, nguciwani”. Sambil termèhèk-mèhèk, Jokowi ngudal piwulang dengan mencuplik paribasan Jawa :

Pertama. Durung pecus keselak besus = Durung sembada nanging kepingin sing ora-ora.
Kedua. Kegedhèn empyak kurang cagak = Kegedhèn kakerepan nanging kurang sembada.
Ketiga. Kumenthus ora pecus. = Seneng umuk nanging ora sembada.

 Mbokdé gur mantuk-mantuk, tambah ora dong. Karo mikir déwé, “wah aku dipuji”.

Lain cerita, lain lakon, lain pelaku. Dikisahkan, gerakan senyap koruptor, hanya ramai-ramai saat OTT-KPK atau kasusnya dibongkar. Setelah itu kembali senyap, lenyap. Seolah tak ada apa-apa. Seolah tak ada kejadian gaduh negara. Soal negara dirugikan itu kan bahasa ekonomi. Beda dengan bahasa politik dan kamus politik.

Pelaku korupsi atau koruptor bukan perbuatan kriminal. Siapa pelaku atau pihak terduga akan menentukan pasal hukumnya. Bahkan sampai keputusan hukum yang bersifat tetap, sudah ada pasalnya.

Ternyata NKRI sudah sangat swasembada hukum. Itu saja kawan.

Gantian, sang presiden cuma bisa mantuk-mantuk. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar