PERCEPATAN PENGEMBANGAN RUMAH SWADAYA
PENDAHULUAN
Tantangan
yang dihadapi pemerintah yang bersifat rutin, menerus adalah kebijakan pemenuhan
hak dan kebutuhan dasar bagi masyarakat kurang mampu, meliputi hak untuk
mendapatkan rumah tinggal yang layak huni dan terjangkau, penerangan yang
cukup, fasilitas sanitasi, dan akses terhadap air minum, dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur,
terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Walaupun
pada umumnya akses terhadap pelayanan dasar telah meningkat, namun ketimpangan
akses pelayanan dasar antar kelompok pendapatan masih cukup besar.
Buku
I Agenda Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019 menjelaskan bahwa Ketimpangan
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menggambarkan masih besarnya kemiskinan
dan kerentanan. Hal ini dicerminkan oleh angka kemiskinan yang turun melambat
dan angka penyerapan tenaga kerja yang belum dapat mengurangi pekerja rentan
secara berarti.
Tiga
kelompok rumah tangga yang diperkirakan berada pada 40% penduduk berpendapatan
terbawah adalah: (1) angkatan kerja yang bekerja tidak penuh (underutilized)
terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu (part time worker),
termasuk di dalamnya adalah rumah
tangga nelayan, rumah tangga petani berlahan sempit, rumah tangga sektor
informal perkotaan, dan rumah tangga buruh perkotaan; (2) usaha mikro kecil
termasuk rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja keluarga (unpaid worker);
dan (3) penduduk miskin yang tidak memiliki aset maupun pekerjaan.
Kekurangan
tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspektif menghuni baseline 2014
sebesar 7,6 juta unti rumah dan akhir 2019 direncanakan terbangun 5 juta unit
rumah. Jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) Nasional 3,4 juta unti rumah.
Pertumbuhan Kebutuhan rumah/tahun 800 ribu unit rumah.
Sasaran
pembangunan perumahan termasuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni
untuk 1,5 juta rumah tangga, termasuk dalam rangka penanganan kawasan
permukiman kumuh.
Pada
sektor perumahan, keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang
belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif ditambah rendahnya
keterjangkauan (affordability) MBR baik membangun atau membeli rumah
menjadi salah satu penyebab utama masih banyaknya MBR yang belum tinggal di
rumah layak huni. Ke depannya hal tersebut berpotensi menyebabkan degradasi
kualitas permukiman dan menciptakan permukiman kumuh baru. Terlebih dalam
pembangunan perumahan
khususnya di area perkotaan (urban area) yang terkendala dengan proses pengadaan
lahan.
BATASAN DAN POLA
PERCEPATAN
Percepatan
pengembangan rumah swadaya merupakan tantangan yang harus diupayakan untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasar bagi MBR untuk memiliki rumah layak huni.
Pelaksanaan
pengembangan rumah swadaya, sejauh ini bersifat normatif, prosedural, tipikal
dalam satu periode pemerintah atau RPJMN. Dari hasil tindak pemantauan,
evaluasi maupun laporan hasil pemeriksaan, maka sesuai Renstra Direktorat Rumah
Swadaya 2015-2019, khusus berbasis hasil
pelaksanaan tahun 2015, 2016 serta proses 2017, terdapat 2 (dua)
rekomendasi utama yang bersifat
prospektif, dengan alternatif skenario moderat, yaitu rekomendasi kebijakan dan
rekomendasi teknis.
Pengembangan
rumah swadaya, adalah suatu proses, upaya, dan tindakan secara terencana untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasar bagi MBR untuk memiliki rumah layak huni yang
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Percepatan
pengembangan rumah swadaya adalah keberpihakan dan penajaman di bidang
perencanaan dan pendanaan serta pelaksanaan. Sebagai upaya percepatan pengembangan
rumah swadaya, terobosan penetapan sasaran MBR
dengan pendekatan administrasi, melalui penetapan sasaran lokasi (geographic
targeting).
Pengembangan
rumah swadaya secara khusus ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, baik
penetapan sasaran berbasis perorangan atau keluarga maupun sasaran yang
berbasis wilayah, dilakukan secara terpadu dengan menggunakan Basis Data
Terpadu (BDT) sebagai data sasaran kelompok miskin dan wilayah miskin.
Data
RTLH dimanfaatkan untuk merancang dan memadukan intervensi program sedemikian
rupa sehingga anggaran yang dipergunakan semakin efisien dan efektif.
Pola
percepatan yang telah dilakukan antara lain untuk memehuhi kesejangan,
kekurangan target melalui tindakan:
1.
Melaksanakan DAK Sub Bidang Perumahan;
2.
Mendorong Replikasi Program BSPS atau sejenis oleh
daerah;
3.
Memanfaatkan sumber daya pembangunan di luar APBN/APBD;
4.
Keterpaduan program/kegiatan di internal Kementerian
PUPR;
5. Mengoptimalkan pemanfaatan penyelenggaraan teknologi
informasi dan komunikasi di Kementerian PUPR untuk menunjang proses
pemerintahan dan/atau proses pembangunan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar