Halaman

Minggu, 15 Oktober 2017

PERCEPATAN PENGEMBANGAN RUMAH SWADAYA



PERCEPATAN PENGEMBANGAN RUMAH SWADAYA


PENDAHULUAN
Tantangan yang dihadapi pemerintah yang bersifat rutin, menerus adalah kebijakan pemenuhan hak dan kebutuhan dasar bagi masyarakat kurang mampu, meliputi hak untuk mendapatkan rumah tinggal yang layak huni dan terjangkau, penerangan yang cukup, fasilitas sanitasi, dan akses terhadap air minum, dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Walaupun pada umumnya akses terhadap pelayanan dasar telah meningkat, namun ketimpangan akses pelayanan dasar antar kelompok pendapatan masih cukup besar.

Buku I Agenda Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019 menjelaskan bahwa Ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menggambarkan masih besarnya kemiskinan dan kerentanan. Hal ini dicerminkan oleh angka kemiskinan yang turun melambat dan angka penyerapan tenaga kerja yang belum dapat mengurangi pekerja rentan secara berarti.

Tiga kelompok rumah tangga yang diperkirakan berada pada 40% penduduk berpendapatan terbawah adalah: (1) angkatan kerja yang bekerja tidak penuh (underutilized) terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu (part time worker), termasuk di dalamnya adalah rumah tangga nelayan, rumah tangga petani berlahan sempit, rumah tangga sektor informal perkotaan, dan rumah tangga buruh perkotaan; (2) usaha mikro kecil termasuk rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja keluarga (unpaid worker); dan (3) penduduk miskin yang tidak memiliki aset maupun pekerjaan.

Kekurangan tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspektif menghuni baseline 2014 sebesar 7,6 juta unti rumah dan akhir 2019 direncanakan terbangun 5 juta unit rumah. Jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) Nasional 3,4 juta unti rumah. Pertumbuhan Kebutuhan rumah/tahun 800 ribu unit rumah.

Sasaran pembangunan perumahan termasuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni untuk 1,5 juta rumah tangga, termasuk dalam rangka penanganan kawasan permukiman kumuh.

Pada sektor perumahan, keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif ditambah rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR baik membangun atau membeli rumah menjadi salah satu penyebab utama masih banyaknya MBR yang belum tinggal di rumah layak huni. Ke depannya hal tersebut berpotensi menyebabkan degradasi kualitas permukiman dan menciptakan permukiman kumuh baru. Terlebih dalam pembangunan perumahan khususnya di area perkotaan (urban area) yang terkendala dengan proses pengadaan lahan.

BATASAN DAN POLA PERCEPATAN
Percepatan pengembangan rumah swadaya merupakan tantangan yang harus diupayakan untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar bagi MBR untuk memiliki rumah layak huni.

Pelaksanaan pengembangan rumah swadaya, sejauh ini bersifat normatif, prosedural, tipikal dalam satu periode pemerintah atau RPJMN. Dari hasil tindak pemantauan, evaluasi maupun laporan hasil pemeriksaan, maka sesuai Renstra Direktorat Rumah Swadaya 2015-2019,  khusus berbasis hasil pelaksanaan tahun 2015, 2016 serta proses 2017, terdapat 2 (dua) rekomendasi  utama yang bersifat prospektif, dengan alternatif skenario moderat, yaitu rekomendasi kebijakan dan rekomendasi teknis.

Pengembangan rumah swadaya, adalah suatu proses, upaya, dan tindakan secara terencana untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar bagi MBR untuk memiliki rumah layak huni yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Percepatan pengembangan rumah swadaya adalah keberpihakan dan penajaman di bidang perencanaan dan pendanaan serta pelaksanaan. Sebagai upaya percepatan pengembangan rumah swadaya, terobosan penetapan sasaran MBR  dengan pendekatan administrasi, melalui penetapan sasaran lokasi (geographic targeting).

Pengembangan rumah swadaya secara khusus ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, baik penetapan sasaran berbasis perorangan atau keluarga maupun sasaran yang berbasis wilayah, dilakukan secara terpadu dengan menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) sebagai data sasaran kelompok miskin dan wilayah miskin.

Data RTLH dimanfaatkan untuk merancang dan memadukan intervensi program sedemikian rupa sehingga anggaran yang dipergunakan semakin efisien dan efektif.

Pola percepatan yang telah dilakukan antara lain untuk memehuhi kesejangan, kekurangan target melalui tindakan:
1.            Melaksanakan DAK Sub Bidang Perumahan;
2.            Mendorong Replikasi Program BSPS atau sejenis oleh daerah;
3.            Memanfaatkan sumber daya pembangunan di luar APBN/APBD;
4.            Keterpaduan program/kegiatan di internal Kementerian PUPR;
5.     Mengoptimalkan pemanfaatan penyelenggaraan teknologi informasi dan komunikasi di Kementerian PUPR untuk menunjang proses pemerintahan dan/atau proses pembangunan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar