praktik
dan pendekatan Pancasila jangan dengan berhala reformasi 3K
Kegemilangan reformasi dimulai dari
puncaknya, 21 Mei 1998, ketika jenderal besar Suharto menyatakan dirinya mundur
sebagai presiden kedua RI.
Kisah selanjutnya, tanpa sengaja
atau sesuai rencana sang reformis, maka lahirlah memuncaklah penganut berhala
reformasi 3K(Kuasa, Kuat, Kaya). Mulai dari
pengajuan dan percepatan pemilu 2002 ke tahun 1999, dengan berbagai dalih,
alasan dan pertimbangan akal sehat politik saat itu.
Klimaks atau ambang bawah bergulirnya
berhala reformasi 3k, sejalan dengan redupnya nilai-nilai Pancasila di hati
penyelenggara negara, penguasa, pejabat publik, pemenang pesta demokrasi, yaitu
di periode 2014-2019.
Pembangunan nasional melaui repelita
di zaman Orde Baru yang tinggal landas menjadikan rakyat tertinggal di landasan.
Di era atau periode 2014-2019, bisa-bisa bisa saja rakyat tidak hanya semakin
kandas di landasan, tetapi bisa terlindas di landasan. Mereka semakin merasa
serba asing di negeri sendiri.
Rakyat bersyukur, Pancasila masih
berkobar di jiwanya, di hatinya. Kendati sila-sila Pancasila tidak dijabarkan,
diilmiahkan atau dibeberkan secara ndakik-ndakik. Pancasila oleh
pemerintah, direkayasa sebagai pendekatan top-down.
Pemerintah dengan semangat ramuan
ajaib revolusi mental, minat ikhlas membumikan Pancasila di bumi Pancasila,
liwat generasi muda yang masih bebas kontaminasi ideologi abal-abal. Pemerintah
melalui gerakan nasional. aksi nyata akan mensosilisasikan nilai-nilai luhur
Pancasila langsung di tanah air kelahiran Pancasila. Sasaran utama adalah
rakyat dengan segala predikat, kategorinya.
Memang politik tetap politik, yang selama ini
pengaruhnya atau modus pendekatannya adalah berbasis berhala reformasi 3K. sehingga
tidak ada kawan sejati maupun lawan abadi. Tidak ada sekutu setia atau seteru
sampai mati.
Ternyata, di sisa 2/5 periode
2014-2019, Nusantara semakin nyata masuk dan berada di kuadran kepentingan sesaat
vs idealis sesat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar