Halaman

Minggu, 17 November 2019

langkah politis memberlakukan sistem karier tidak berlaku


langkah politis memberlakukan sistem karier tidak berlaku

Ingat semboyan “politik membangun bangsa”. Praktiknya menjadkan politik adalah segala-galanya. Pola lama yang selalu teranyarkan, politik sebagai panglima, demi tujuan politik menghalakna segala modus, aneka cara. Ora doyan parpol, oncat saka NKRI. Ujar mbokdé Mukiyo. Yang merasa pancasilais cespleng, tulen, total, bertahan.

Maka daripada itu, sepasang pantat manusia politik nusantara sedemikiannya. Maunya duduk lama. Tidak hanya diperpanjang, kalau bisa dipertinggi. Lebih dari itu, bilamana dibutuhkan maka sepasang pantat langsung menduduki dua tiga kursi sekaligus.

Demikian judulnya “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”. Diadop dari kisah nyata, bahwasanya barangsiapa mau main politik. Jangan setengah-setengah. Yang jelas-jelas. Apa maunya vs maunya apa. Jangan malu, ragu, sungkan ataupun bertenggang rasa. Plus harus aksi pandai-pandai. Wajib serba mégatéga, anéka mégatéga.

Kecerdasan alami mereka bersifat spontan, reaktif. Mulai yang “tak pakai lama vs tidak perlu mikir” hingga “daya dong rendah vs telat mikir”. Salah kawan. Justru daya dong mereka jauh di atas rata-rata nasional. Belum disuruh sudah berbuat. Belum diminta sudah memberi. Belum ditanya sudah menjawab. Belum ditodong sudah menodong duluan. Belum dipukul sudah menyepak. Pokoknya serba belum-belum.

Main politik didefinisikan sebagai modus konstitusional, pasal legal untuk merebut, mempertahankan, merebut kembali kekuasaan penyelenggara negara. Seberapa konstitusionalnya. Bisa berbanding lurus dengan anggaran demokrasi. Bisa-bisa bisa biaya politik dari sumber berbagai sumber yang berperhitungan. Akan menentukan langkah konstitusional sang juara.

Lazim di negara yang gemar berkembang. Juara umum pesta demokrasi pasti akan memborong semua kursi. Tak terkeculali kursi cadangan. Setelah daripada itu dipastikan akan muncul daripada kebijakan anti-kemapanan.

Niat memangkas eselon birokrasi di K/L/D/I. Memangkas tentunya dari atas. Artinya, memperbanyak jabatan sesuai beban tugas, beban kerja dan risiko jabatan. Ikhwal ini berlaku di kalangan militer. Adalah reformasi birokrasi militer. Soal di luar norma kepatutan struktur organisasi militer di dunia mana pun. Koq jadi merambah ke birokrasi militer. Tak apa. Sebagai bukti politisi sipil kurang garang. Kalah pamor dengan sistem pertahanan keamanan.

Singkat kata. Tanpa bermaksud menyingkat olahkata. Sadar politik anak bangsa sudah berjilid. Kehendak sejarah bahwasanya adab bernegara sudah masuk stadium tak beradab. Makanya, negara asing merasa takjub dengan pesona politik Nusantara.

Jabatan politis terdapat di birokrasi sipil maupun birokrasi militer. Mau tiket terusan harus pandai-pandai ikut arus politik penguasa. Terbuka nyata bahwa aktor non-negara bisa menentukan nasib politik bangsa. Sejatinya, manusia politik  nusantara adalah warga negara klas II. Di bawah kasta manusia ekonomi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar