Halaman

Jumat, 15 November 2019

nusantara sebatang kara di haribaan ibu Pertiwi

nusantara sebatang kara di haribaan ibu Pertiwi

Saking sering terbiasanya rakyat dengan perubahan sistem nilai dan skema sosial yang terjadi setiap saat. Narasi historis disesaki dengan fakta pejabat provinsi sibuk dengan tawuran pelajar, konflik antar fans klub sepak bola. Bahkan petinggi sipil maupun pembesar militer, merasa berkesempatan muncul di media massa.

Akhirnya, media massa, media sosial, media atau sarana pengganda kabar fasik, menjadi ajang penyaman dan penghibur masa depan. Banyak pihak dari kalangan penduduk merasa punya harga bersama kawanan seahli sebagai penebar dan penabur olok-olok politik. Sambil dudul manis bisa sebagai biang peretak bangsa. Tanpa sadar tentunya. Terkungkung oleh simbol peradabans semu.

 Kendati terjadi adu gemulai antar elite politik lokal. Daya jangkau, jelajah dan kerapan sebatas teritorial kelokalan. Tataran lokal yang merasa aman di ketiak pihak lain. Bak titik panas di kawasan karhutla.

Nusantara menampilkan peta politik dengan notasi aneka wilayah konflik. Pertama.  Korban  psikis sebagai akibat proses Kebebasan Sipil (Civil Liberty) dalam mewujudkan internalisasi budaya kekerasan akibat beda pilihan. 2. Pembelahan/segregasi masyarakat pengguna hak politik berdasarkan garis warna pilihan.

Praktik demokrasi nusantara mau tak mau terjebak untuk diapresiasi sebagai teror dan horor. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar