Halaman

Minggu, 03 November 2019

apa jadinya, sudah sehari tidak ketemu nasi


apa jadinya, sudah sehari tidak ketemu nasi



Efek domino negara agraris dengan iklim tropis. Anomali cuaca, untung tak terjadi atau tak mempengaruhi lama waktu antara imsak dan buka puasa Ramadhan. Perhitungan waktu bulan, beda 11 hari dengan waktu masehi. Pernah terjadi dalam satu tahun kalender masehi, terjadi dua kali hari raya Idul Fitri, 1 Syawal.

Swasembada beras yang menjadi lagu wajib. Tergantung tangga nada dan tinggi kursi. Kebijakan manusia politik sudah sejak dari sono-nya kalah awu, kalah pamor, kalah wibawa dengan manusia ekonomi. Model cubluk-kembar untuk memfasilitasi hobi BAB. Lahan sempit, tipe rumah klas rakyat, pakai septictank komunal.

Bukan pada fakta atau mitos. Bahwasanya manusia kurang gizi akibat pasokan nasi tidak kontinyu atau nasi sewaktu masih gabah, sudah tidak bisa jadi bibit. Bukan terletak mana yang pro dengan mana yang kontra. Ada fakta penengah, walau bukan moderat.

Menu pengganti, substitusi nasi masuk dapur, menu kuliner berklas, di tangan ahlinya. Menyerap biaya politik tinggi. Terlebih masuk proses industri secara massal. Produk pabrikan pakai TKA.

Namanya perut. Nasi sepiring tidak bisa ditukar nilai dengan 3 lonjor lontong jumbo atau 4 ketupat padat isi atau jenis makanan ringan-sedang berbahan baku nasi. Bubur ayam masuk menu sarapan hotel berbintang.

Olahan tepung beras ditambah bahan baku asing, diolah secara higiénis, halal dan standar perut nusantara. Bernilai jual menguntungkan.  

Manusia yang kurang beruntung. Bisa menjadi bahan propaganda, promosi, provokasi dan nilai jual politik yang menggiurkan dan mampu menggoyang lidah. Jangan sampai hanya karena gara-gara sebutir nasi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar