apa jadinya, sudah
sehari tidak ketemu nasi
Efek domino negara agraris dengan iklim tropis. Anomali
cuaca, untung tak terjadi atau tak mempengaruhi lama waktu antara imsak dan
buka puasa Ramadhan. Perhitungan waktu bulan, beda 11 hari dengan waktu masehi.
Pernah terjadi dalam satu tahun kalender masehi, terjadi dua kali hari raya
Idul Fitri, 1 Syawal.
Swasembada beras yang menjadi lagu wajib. Tergantung tangga
nada dan tinggi kursi. Kebijakan manusia politik sudah sejak dari sono-nya kalah awu, kalah pamor,
kalah wibawa dengan manusia ekonomi. Model cubluk-kembar untuk
memfasilitasi hobi BAB. Lahan sempit, tipe rumah klas rakyat, pakai septictank komunal.
Bukan pada fakta atau mitos. Bahwasanya manusia kurang
gizi akibat pasokan nasi tidak kontinyu atau nasi sewaktu masih gabah, sudah
tidak bisa jadi bibit. Bukan terletak mana yang pro dengan mana yang kontra.
Ada fakta penengah, walau bukan moderat.
Menu pengganti, substitusi nasi masuk dapur, menu kuliner
berklas, di tangan ahlinya. Menyerap biaya politik tinggi. Terlebih masuk
proses industri secara massal. Produk pabrikan pakai TKA.
Namanya perut. Nasi sepiring tidak bisa ditukar nilai
dengan 3 lonjor lontong jumbo atau 4 ketupat padat isi atau jenis makanan
ringan-sedang berbahan baku nasi. Bubur ayam masuk menu sarapan hotel
berbintang.
Olahan tepung beras ditambah bahan baku asing, diolah
secara higiénis, halal dan standar perut nusantara. Bernilai jual
menguntungkan.
Manusia yang kurang beruntung. Bisa menjadi bahan
propaganda, promosi,
provokasi dan nilai jual politik yang menggiurkan dan mampu
menggoyang lidah. Jangan sampai hanya karena gara-gara sebutir nasi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar