politik radikal
abal-abal, sudah ayal berkhayal pula
Bukan peribahasa. Bukan pepatah.
Hasil oplosan dari aneka fakta yang tersebar di pangkuan Ibu Pertiwi. Asal comot
model random, sampel hasilnya tak beda jauh. Beda warna kemasan. Kenapa bisa begitu
atau dapat begini.
Gerakan politik nusantara
menjadi acuan dunia. Bawaan bakat jauh sebelum Proklamasi kemerdekaan NKRI 17
Agustus 1945. Di bawah tempurung zonasi nusantara, kawanan politisi sipil patut
ditakuti lawan politik. Gaya main libas dalam lipatan.
Antara sekutu dengan
seteru, beda tipis. Antara kawan dengan lawan, sama-sama doyan kursi. Antara yang
pro dengan yang anti, aplusan. Dalam hitungan jam, pola hubungan bisa berubah
drastis. Tanpa pemberitahuan.
Koalisi hanya berlaku di
pilkara. Di tingkat pilkada, biaya politik, elite lokal menentukan koalisi
daerah. Lagi-lagi soal kursi. Sistem feodal dihidupkan sejalan modus dinasti
politik.
Kembali ke makna judul. Politik
sebagai sistem. Pelakunya bisa siapa saja. Kendaraan politik kian mempolakan
bagaimana tak perlu cerdas ideologi. Pada gilirannya, Pancasila hanya sebagai
simbol, lambang. Makanya, perlu gali ulang sila-sila. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar