Halaman

Selasa, 12 November 2019

radikalisme nusantara, anak kandung revolusi mental sistem sosial dan politik


radikalisme nusantara, anak kandung revolusi mental sistem sosial dan politik

Sumber resmi Pemerintah berujar tertulis, melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme. Fokus dan simak pada:

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
7.            Radikalisme adalah paham yang ingin melakukan perubahan sistem sosial dan politik secara total dan bersifat drastis dengan mengenyampingkan nilai dan norma yang ada, dengan mengajarkan intoleran, fanatik, eksklusif, atau anarkis.

Tentu, Permen PPPA 7/2019 mempunyai payung hukum, antara lain UU 15/2018 tentang pemberantasan tipiror (tindak pidana terorisme). Utuhnya ‘tentang’ lihat UU-nya.

Pertanyaan dalam hati, cukup sederhana dan mendasar. Apakah di UU 15/2018 menyebutkan apa yang dimaksud dengan kata, lema ‘radikal’. Sentimen negatif pasar lokal, acap merangkaikan jargon: terorisme, radikalisme . . sampai anak balita fasih.

Sedikit terhibur. Kendati pemerintah masih terkesima, terlena dengan proyek skenario teror mancanegara. Akan menentukan bantuan kursus anti-teror. Kata, lema ‘radikal’ muncul pada:

BAB VIIA
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA TERORISME
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 43A
(1)           Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme.
(2)          Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.
(3)          Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. kesiapsiagaan nasional;
b. kontra radikalisasi; dan
c. deradikalisasi.

Lanjut plus loncat simak:
Pasal 43C
(3)          Kontra radikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.

Yang dimaksud dengan "kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi" adalah berbagai upaya untuk melawan paham radikal Terorisme dalam bentuk lisan, tulisan, dan media literasi lainnya.

Tambah pengetahuan, simak:
Pasal 46A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan Tindak Pidana Terorisme yang ada dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pendanaan terorisme.

Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh hukum pidana dalam  yurisdiksi negara.

Kiranya, masih perlu pasal pakai dalih, dalil banding, tanding, sanding, berupa: “dapat disertai dengan motif” vs “dapat diawali oleh motif”. Ini baru terang benderang.

Lengkap melek hukum agar tak masuk karegori gagal paham, kita simak UU RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial. Standar umum, awali asupan isian ilmu dengan fokus menyimak Pasal 1 angka 1 :

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.        Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Agar tidak sekedar tahu saja sudah cukup. Perdalam simak pasal, lanjut ke:

Pasal 5
Konflik dapat bersumber dari:
a.        permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
b.        perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis;
c.        sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;
d.        sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau
e.        distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Masih banyak produk hukum yang berbasis kata, lema ‘radikal’. Kian menunjukkan siapa yang radikal, ekstrem, militan . . .

Cuplik pasal hukum alas roban, “rampok teriak copet”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar