rampok teriak copet
Sesungguhnya, yang menjadikan NKRI tampak beda nyata dengan negara lain,
khususnya dengan sesama negara berkembang, cuma pada gaya praktik demokrasi. Sedemikiannya,
sehingga kenormatifan menjadi tersamar. Watak yang seharusnya maupun yang
sebenarnya, yang menjadi syarat utama seorang politisi sipil, demi kepentingan
yang lebih besar bisa diabaikan.
Seolah stok, cadangan oknum politisi sipil melimpah ruah bak limbah sampai
daerah tak bertuan. Mau karakter apa saja tersedia 24 jam. Tak tergantung gender,
umur, pendidikan maupun status sosial. Model dadakan, karbitan, polesan, peraman,
sistem ijon tinggal comot sambil jalan.
Politik zig-zag. Kutu loncat. Ganti haluan, balik badan, tukar kulit menjadi
tata cara berpolitik yang benar, baik, bagus. Daripada antri belum tentu
kebagian, lebih baik dirikan usaha sendiri. Ibarat pesepak bola, bisa menjadi
pemain di negara yang tak bersahabat. Olahraga bebas dari kaidah politik. Bahkan
menjadi penyatu antar negara yang dingin-dingin saja.
Ironis binti miris, pergeseran profesi antara aktivis partai dengan pegiat
atau tepatnya anak jalanan segala umur, menjadikan praktik demokrasi kian
terbuka. Bukan sekedar bahwa jika urusan diserahkan kepada bukan ahlinya. Lebih
daripada itu. Namanya politik terbuka nusantara. Misal, serigala menjadi
gembala kambing.
Masih banyak contoh dan masih sedang terjadi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar