Halaman

Kamis, 14 November 2019

rampok teriak copet


rampok teriak copet

Sesungguhnya, yang menjadikan NKRI tampak beda nyata dengan negara lain, khususnya dengan sesama negara berkembang, cuma pada gaya praktik demokrasi. Sedemikiannya, sehingga kenormatifan menjadi tersamar. Watak yang seharusnya maupun yang sebenarnya, yang menjadi syarat utama seorang politisi sipil, demi kepentingan yang lebih besar bisa diabaikan.

Seolah stok, cadangan oknum politisi sipil melimpah ruah bak limbah sampai daerah tak bertuan. Mau karakter apa saja tersedia 24 jam. Tak tergantung gender, umur, pendidikan maupun status sosial. Model dadakan, karbitan, polesan, peraman, sistem ijon tinggal comot sambil jalan.

Politik zig-zag. Kutu loncat. Ganti haluan, balik badan, tukar kulit menjadi tata cara berpolitik yang benar, baik, bagus. Daripada antri belum tentu kebagian, lebih baik dirikan usaha sendiri. Ibarat pesepak bola, bisa menjadi pemain di negara yang tak bersahabat. Olahraga bebas dari kaidah politik. Bahkan menjadi penyatu antar negara yang dingin-dingin saja.

Ironis binti miris, pergeseran profesi antara aktivis partai dengan pegiat atau tepatnya anak jalanan segala umur, menjadikan praktik demokrasi kian terbuka. Bukan sekedar bahwa jika urusan diserahkan kepada bukan ahlinya. Lebih daripada itu. Namanya politik terbuka nusantara. Misal, serigala menjadi gembala kambing.

Masih banyak contoh dan masih sedang terjadi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar