Halaman

Senin, 30 Desember 2013

Menjadi Dewasa, Tua Atau Berumur?



Menjadi Dewasa, Tua Atau Berumur?

Proses Kehidupan
Kehidupan manusia dilalui  tingkat demi tingkat, mulai dari setetes air mani sampai dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan sampai dewasa.  Dari hidup menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali sebagaimana terjemahan [QS Al Insyiqaaq (84) : 19] : sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),”

Pertambahan umur manusia selalu konsisten, konstan, dan kontinyu sesuai perjalanan waktu bumi, dan dirayakan setiap memasuki tanggal kelahiran. Setiap kali ulang tahun maka sisa umur dan jatah hidup semakin berkurang, semakin dekat batas akhir kontrak dengan Allah. Umat Islam menyadari bahwa perjalanan hidupnya menjelang garis finish, berikhtiar mengisi raport dunianya dengan berbagai amal, menandakan mendapat hidup berkah.

Kapan, di mana dan dalam kondisi apa manusia wafat sebagai prerogratif Allah SWT. Umat Islam selain bisa belajar arti hidup yang bermanfaat, secara paralel bisa belajar tentang makna kematian. Tidak semua bunga dan bakal buah mulus menjadi buah, ½ - 2/3 buah muda (bluluk) pun bisa gugur di tengah jalan. Buah kelapa tua, melalui seleksi alam, luput dari pantauan manusia, sampai kering, mengkerut tetap bertengger dengan tenang. Disodok dengan galah, kelapa tua tetap tak bergeming, seolah sudah mapan dan nyaman di sisa usianya. 

Kendati telah dijelaskan dalam [QS An Nahl (16) : 70] : Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” Ikhtiar medis, olah raga, mengatur asupan gizi, olah otak dilakukan untuk mengurangi kepikunan, atau meminimalisir dampak usia lanjut.

Resep Panjang Umur
Sehat jiwa raga, kuat jasmani rohani, bugar lahir batin tentu akan berkorelasi dengan kemanfaatan umur.  Kita jangan lupa, wasiat nabi Muhammad SAW berupa resep panjang umur. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahim.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Kita tidak terpaku pada makna silaturrahim yaitu ‘menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab’, kita dapat melakukan interaksi sosial, hubungan antar manusia (hablum minannas).

Selagi ada waktu, masih berumur, selama nyawa di kandung badan, lakukan berbagai kemanfaatan seolah kita mati esok hari. Kemanfaatan kita bisa dirasakan walau kita telah tiada. Lakukan langkah kebaikan tanpa menunggu kaya, kuat dan kuasa. Pengorbanan atau sedekah yang paling tinggi nilainya adalah pada saat kita juga membutuhkan.

Standardisasi Umur
Perlu adanya pengkajian dan penelitian ulang tentang penentuan batas kedewasaan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner agar didapatkan batas kedewasaan yang relevan bagi semua bidang disiplin ilmu.

Kedewasaan merupakan perpaduan yang seimbang antara jiwa, raga dan intelektual. Ukuran kedewasaan memang sangat relatif, tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Kedewasaan menurut pandangan sosiologi belum tentu sama dengan kedewasaan menurut pandangan hukum, begitu juga kedewasaan menurut pandangan adat belum tentu sama dengan kedewasaan menurut pandangan agama.

Dari beberapa ukuran yang umum digunakan antara lain adalah keseimbangan mental dan kemapanan sosial sebagai indikator kedewasaan, sedangkan hukum pada umumnya mengukur suatu kedewasaan dengan patokan usia dan tindakan perkawinan dan Hukum Islam menentukan kedewasaan dari tanda/ciri biologis tertentu untuk menentukan seseorang telah memasuki pase “akil baligh”, misalnya pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah (ejaculation) sedangkan perempuan ditandai dengan datangnya masa haid (menstruasi). Dalam perspektif adat jawa istilah kedewasaan relevan dengan istilah ”kemandirian” yang artinya mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri secara bertanggung jawab atau dikenal dengan istilah ”mencar” dan ”kuat gawe”.  

Kedewasaan menurut pandangan adat memang terlepas dari patokan umur, sehingga tidak ada keseragaman, mengenai kapan seseorang dapat mulai dikatakan telah dewasa, ukuran kedewasaan tergantung kepada masing-masing individu, walaupun sebenarnya tetap memiliki pertautan dengan pengertian dewasa menurut Ilmu Psikologi dimana kedewasaan merupakan suatu pase pada kehidupan manusia yang menggambarkan telah tercapainya keseimbangan mental dan pola pikir dalam setiap perkataan dan perbuatan.

Seseorang yang telah mampu bekerja (kuwat gawe) untuk mencari penghidupan, maka sesungguhnya secara pribadi dia telah mampu berfikir dan bertanggung jawab atas kebutuhan hidupnya, walaupun proses pendewasaan dini dalam masyarakat tidak termasuk pada kategori tersebut (D.Y. Witanto, 15 Januari 2012).

Hidup dimulai dari umur 40, memang relevan dengan [QS Al Ahqaaf (46) : 15] : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

Masyarakat Jawa memahami sekaligus meyakini ada lima perkara yang menjadi hak prerogratif Allah SWT. Manusia tidak bisa memilih mau dilahirkan oleh perempuan yang mana. Sejak lahir, manusia tidak bisa memperkirakan apakah akan berpindah tempat tinggal atau mau kemana saja. Kalau sudah jodoh hendak ke mana. Jangan bangun kesiangan nanti rezekinya dipatuk ayam. Orang sehat pun tiba-tiba bisa wafat atau bayi dalam kandungan pun sudah dipanggil Yang Maha Pencipta.

Mengelola hidup berkah dengan mengganggap waktu berjalan paralel, artinya dalam waktu yang sama, bisa mengerjakan berbagai pekerjaan dan memperoleh hasil lebih bervariasi. Tahap ini memikirkan bagaimana agar dalam hidup yang singkat bisa melakukan produktifitas yang lebih besar, bisa memperoleh seoptimal mungkin.

Seberapa lama kita singgah di dunia, Allah telah menetapkan, sesuai [QS Faathir (35) : 11] : . . . Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.

Dijadikannya umur 60 tahun sebagai batas udzur seseorang, karena itu adalah umur yang mendekati ajal dan umur (yang seharusnya) seorang itu kembali kepada Allah, khusyu’ dan mewaspadai datangnya kematian. Seorang yang berumur lebih dari 60 tahun hendaklah menekuni amalan-amalan akhirat secara total, karena sudah tidak mungkin lagi akan kembali kepada keadaannya yang pertama ketika masih kuat dan semangat (Al-Ustadz Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc, 17 November 2011).

Simpul Dan Saran
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Barzah, bahwa Rasulullah SAW  bersabda: “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sebelum ditanya tentang 4 perkara : Tentang umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan, dan ilmunya, apa yang diamalkannya.” (HR. Tirmidzi)
Indikasi keimanan dan tanda ketakwaan umat Islam pada kecerdasan dalam mengelola waktu dan umur.

-----------------









Tidak ada komentar:

Posting Komentar