Halaman

Jumat, 24 Mei 2019

Nasib Pancasila sedemikiannya, susah dilacak keberadaannya


Nasib Pancasila sedemikiannya, susah dilacak keberadaannya
Bukan salah Ibu Pertiwi mengandung bahan galian Pancasila. Adalah fakta sejarah. Bahwasanya Pancasila sebagai dasar negara. Selain ideologi nasional. Bukan untuk menjadikan anak bangsa pribumi sebagai pancasilais.

Padahal, syarat administrasi utama menyebutkan, kalau untuk merasa berhak mendapat julukan negarawan, wajib pancasilais. Karena bahan baku sila-silanya diangkat dari menu harian rakyat. Diramu, diformat dalam bahasa sansekerta atau bahasa nonrakyat, seolah menjadi pedoman bangsa dan negara.

Bagaimana perjalanan nasib Pancasila sangat tergantung niat murni penguasa pada periodenya. Oleh salah satu penggalinya, salah satu Proklamator, dan sebagai presdien pertama RI. Dipenggal atau diperas menjadi Trisila. Kurang ampuh, diperas sampai perasan terakhir yaitu Ekasila utawa gotong royong.

Penguasa tunggal Orde Baru berkat “Pancasila Sakti” mampu bertahan liwat ajang cari bakat presiden sampai 6 kali berturut-turut. Menjadi satu-satunya asas. Sertifat bukti pancasilais liwat penataran P4. Dikelola oleh BP7.

Pihak yang mendapat stigma ‘anti-Pancasila’ tanpa proses hukum akan dipidana. Belum ada pembunuhan karakter. Praktik blokade, embargo atau sejenisnya sudah berlaku.

Sampailah kisah Pancasila. Bergulir bersama reformasi yang mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998. Atas kehendak bukan rakyat atau amanah pihak mana. Pancasila naik strata. Dari dasar negara menjadi satu pilar dari 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara versi MPR.

Selama periode 2014-2019 kedudukan Pancasila menjadi bidang garap pemerintah. Lembaga yang mengurusnya diisi barisan orang beken. Soal pancasilais atau tidak, ybs saja tidak tahu. Tanyakan pada jalan yang berlobang. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar