Nasib Pancasila sedemikiannya, susah dilacak
keberadaannya
Bukan salah Ibu
Pertiwi mengandung bahan galian Pancasila. Adalah fakta sejarah. Bahwasanya Pancasila
sebagai dasar negara. Selain ideologi nasional. Bukan untuk menjadikan anak
bangsa pribumi sebagai pancasilais.
Padahal, syarat
administrasi utama menyebutkan, kalau untuk merasa berhak mendapat julukan
negarawan, wajib pancasilais. Karena bahan baku sila-silanya diangkat dari menu
harian rakyat. Diramu, diformat dalam bahasa sansekerta atau bahasa nonrakyat,
seolah menjadi pedoman bangsa dan negara.
Bagaimana perjalanan
nasib Pancasila sangat tergantung niat murni penguasa pada periodenya. Oleh salah
satu penggalinya, salah satu Proklamator, dan sebagai presdien pertama RI. Dipenggal
atau diperas menjadi Trisila. Kurang ampuh, diperas sampai perasan terakhir
yaitu Ekasila utawa gotong royong.
Penguasa tunggal
Orde Baru berkat “Pancasila Sakti” mampu bertahan liwat ajang cari bakat
presiden sampai 6 kali berturut-turut. Menjadi satu-satunya asas. Sertifat bukti
pancasilais liwat penataran P4. Dikelola oleh BP7.
Pihak yang mendapat
stigma ‘anti-Pancasila’ tanpa proses hukum akan dipidana. Belum ada pembunuhan
karakter. Praktik blokade, embargo atau sejenisnya sudah berlaku.
Sampailah kisah
Pancasila. Bergulir bersama reformasi yang mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998. Atas
kehendak bukan rakyat atau amanah pihak mana. Pancasila naik strata. Dari dasar
negara menjadi satu pilar dari 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara versi MPR.
Selama periode
2014-2019 kedudukan Pancasila menjadi bidang garap pemerintah. Lembaga yang
mengurusnya diisi barisan orang beken. Soal pancasilais atau tidak, ybs saja
tidak tahu. Tanyakan pada jalan yang berlobang. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar