Halaman

Jumat, 31 Mei 2019

pembekalan kader mbokdé Mukiyo, dudu pembégalan bén kedér


pembekalan kader mbokdé Mukiyo, dudu pembégalan bén kedér

Maksud hati memeluk gunung, apa daya ternyata gunungnya kembar. Sekali peluk, dua tiga guling terguling. Ini mah bau terasi. Buruk muka, wajah tetangga dituduh makar. Malah kian apek. Anehnya, anak manusia malah betah berlama-lama nongkrong nangkring di jamban keluarga. Tak peduli antrian.

Fakta yang bergulir, pengangguran manusia politik karena  terjebak paradigma.  Sibuk inspeksi lowongan kerja,   pencari peluang kerja dan bukan menjadi pencipta lapangan kerja. Padahal dengan modal Intelektual (intellectual capital) dapat membuka lapangan kerja baru.

Sekedar info santai, tanpa sumber. Dikisahkan, pada tahun 2050 atau setelah Indonesia Emas 2045. Fokus investasi India dan China pada pendidikan tinggi sebagai "modal intelektual". Sedangkan pihak Rusia dan Brasil pada saat yang sama tergantung keramahan harga komoditas. Tidak membuat investasi infrastruktur dan modal manusia. Hal inilah yang dapat membuat posisi Rusia rawan dan bisa tergusur oleh pesaing, termasuk Indonesia. Tinggal bagaimana Indonesia sigap diri. Padahal Indonesia berawal atau mengandalkan investasi infrastruktur

Berikut, simak model pemaknaan modal intelektual disidik dari teori legitimasi. Diyakini  bahwa partai politik sebagai partai tertutup. Berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi senyap sesuai skenario. Sekaligus berada pada koridor, norma, kebiasaan yang berlaku di masyaraka. Teori legitimasi memunculkan bentuk kontrak sosial. Parpol diharapkan mampu melegitimasi statusnya berdasarkan tangible asset maupun raihan suara.  Terlebih raihan kursi wakil rakyat, kepala daerah dan terutama kepala negara, sebagai simbol kesuksesan parpol.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar