tinjauan oramutulogis terhadap penyakit politik Nusantara
Ternyata ‘penyakit masyarakat’ menjadi bidang garap alat
negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat,serta menegakkan hukum, tepatnya Polisi. Bisa
kita simak UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fokus pada
penjelasan Pasal 15 Ayat (1) Huruf c, yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain:
pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat
dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah
darat, dan pungutan liar.
Layak diduga
mengandung pasal menistakan martabat bangsa, memelorotkan kadar wibawa negara
serta menggerus citra pesona penguasa. maka yang dimaksud dengan ‘sampah masyarakat’ dihapus dari kamus
politik dan bahasa politik.
Indonesia sedang
mengalami transisi epidemiologi yang ditunjukkan dengan meningkatnya penyakit
tidak menular sementara penyakit menular tetap menjadi bagian penting pola
penyakit masyarakat. Kondisi ini akan meningkatkan demand pada pelayanan
kuratif, seperti pelayanan rawat inap di rumah sakit. Hal ini dapat memicu
pergeseran pendanaan pemerintah untuk pelayanan kuratif dengan mengorbankan
pelayanan publik karena terbatasnya dana yang ada.
Munculnya penyakit-penyakit
baru – khususnya penyakit politik – yang
akan memperbesar beban generasi masa depan yang belum lahir.
Biaya politik,
ongkos perkara politik untuk menunjang Operasi dan Pemeliharaan pemerintah yang
konstitusional sesuai hasil akhir pesta demokrasi, jelas non-budgeter. Semakin
membengkak, kian menanjak jika penguasa belum jatuh tempo sudah curi start. Terjadilah
yang seharusnya tidak terjadi, yaitu wong bener
tenger-tenger.
Rumusan “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit
sejarah yang sulit dihapus dari peta peradaban NKRI. Semboyan heroik adalah
“berdiri paling depan di belakang penguasa”. Siaga 24 jam untuk menerima
warisan dan sekaligus siap hindar diri dari segala kemungkinan yang merugikan. Sigap
diri bela majikan di kandang sendiri. Pakai asas siap kerjakan tanpa proses
pemikran. Terima jadi.
Dimungkinkan, tiap
partai politik mempunyai penyakit politik bawaan. Atau menjadi trade mark. Pada strata tertentu,
sumber energi sebuah parpol bisa dilihat pada komponen, kandungan komposisi
penyakit politiknya.
Tidak perlu kecil
hati. Tukang atau peolok-olok politik memang masuk gén, spésiés manusia bebal.
Apapun gaya pikir, tingkah dan aksi tindak tutur tidak bisa dipidana.
Dilindungi dan dipelihara oleh negara atas nama HAM. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar