konflik makar Nusantara, dalih kebijakan partai politik
vs dinamika perjuangan politik rakyat
Betapa penyakit politik Nusantara, mampu mencetak manusia bebal. Belum ada
UU yang girang menjabarkan apa yang dimaksud dengan “penyakit politik”.
Sekalian menempatkan lawan politik wajib dibasmi sebelum sempat hirup udara.
Memposisikan pihak yang berseberangan sebagai musuh revolusi apa saja.
Dagelan makar, sebaiknya mengacu banyolan konyol di layar kaca. Ujaran
lisan sang pengkocok perut “Sedikit-sedikit makar. Sedikit-sedikit makar. Sedikit-sedikit
makar. Makar koq cuma sedikit.”
Catatan cepat sejarah pemakaran. Terendus makar dalam hati, makar gurem, makar
teri, makar-makaran. Sampai makar dalam bentuk kelompok kriminal bersenjata,
gerakan separatis bersenjata jauh dari ibukota negara.
Bencana politki tak kalah meriahnya sesuai pengkabaran oleh penabur dan
penebar berita baik.
Konflik makar tentunya sebagai pemahaman yang lebih luas, lebih dalam dari
makna dimaksud. Koalisi ‘konflik’ dengan ‘makar’, betapa repotnya hukum atau
aparat penegak hukum memahami produk hukum terkait tentangnya.
Di sebuah negara yang masih gemar berkembang. Lema ‘makar’ tak ada kaitan
dengan olok-olok politik produk penguasa. Sekedar diingat, jangan diingat
cepat. Bahwasanya olok-olok politik dikelola, dipelihara, dilindungi negara.
Bagian ringan dari agenda propaganda, aksi promosi, atraksi provokasi untuk
menjaga stabilitas wibawa, nyali politik dalam negeri.
Menyimak UU 7/2012 tentang “Penanganan Konflik Sosial”, dengan rasa lapang
dada, legowo noto negoro tersurat pada Pasal 5 Konflik dapat bersumber dari: a.
permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan
sosial budaya.
Oleh karena itu, sengketa dan perkara bagi-bagi kursi sebagai sengketa internal sebuah partai politik; sengketa
hak waris atau pun sengketa antar sesama anak cucu ideologis; konflik
horizontal antar parpol koalisi pro-penguasa; adu massa antar elite lokal di pilkada
serentak; pilkades rawan biaya politik akibat rangsangan Alokasi Dana Desa
(ADD) dari Pemerintah Pusat. Tidak termasuk dalam kategori konflik makar yang terurai liwat olahkata ini.
Belum tuntas bedah kasus konflik makar periode lalu, berlanjut ulang di periode selanjutnya di
tempat yang sama. Mungkin, landasan hukum pola antisipatif, réprésifitas,
prévéntif maupun cegah-tangkal aparat. Bisa tebang pilih atau asal tebang. Terkait politik, jelas sebagai bentuk nyata rasa
terima kasih. Namanya kawanan loyalis penguasa. Harus pandai-pandai.
Jangan menghina dengan berujar lirih, jangan-jangan episode “Cicak vs Buaya”
sebagai bentuk makar terselubung. Jangan dengarkan apa kata media asing. Mereka
lebih jujur, jelas-jelas saja, apa adanya mengatakan berdasarkan fakta
lapangan. Tidak ada tekanan apalagi paket pesanan khusus.
Pengalaman rakyat untuk memperjuangkan nasib sendiri. Siap-siap terkena
pasal makar. Rakyat tak berhak mengeluh apalagi main protes. Tinggal terima
bawang putih impor. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar