tokoh nasional vs presiden
Namanya berita. Walau
berangkat dari fakta. Diolah agar atraktif, spektakuler. Pokoknya bermisi
ganda. Seperti miras (minuman keras) sitaan. Hasil operasi pentertiban oleh tim
gabungan pencari-cari fakta lapangan. Miras kemasan botol aneka merk. Pratanda hasil
impor sisipan atau titipan.
Bayangkan, hasil
sitaan satu periode. Dikumpulkan dari semua daerah pemilihan. Menambah biaya
politik. Pengguna miras bekas impor, tentu bukan rakyat akar rumput. Miras lokal
lebih digemari. Ditenggak bersama sebagai tradisi. Penguasa lokal tak mau ikut
mabuk. Begitu miras oplosan makan korban jiwa. Tergantung deras dan santernya
berita di media. Kalau sekedar info liwat medsos, bisa dianggap melanggar pasal
berita tidak menyenangkan.
Mabuk kuasa, bisa
menjadikan ybs lupa daratan, lautan, udara tapi ingat agen penjual jasa serba
bisa bhayangkara. Apalagi langsung berhadapan dengan rakyat. Sebagai ujung
tombak, siap main hukum tanpa pasal.
Hanya terdapat di
NKRI, bahwasanya presiden secara fakta historis bukan masuk kategori tokoh
nasional. Apalagi setelah tidak menjabat. Bangsa yang besar, dengan rasa
tenggang rasa. Tak tega untuk menempatkan seseorang yang pernah berjasa secara
nasional. Hanya sebagai figur figuran. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar