satria piningit vs orang kuat desa
Olok-olok sosial dekade pertama Orde Lama. Ujaran lisan stigma, konotatif ‘wong ndeso’, ‘perdis
(memper deso), deso kluthuk. Di era Orde Baru, desa diklasifikasi berdasarkan
tingkat kemakmuran, menjadi desa swadaya, desa swakarsa dan desa swasembada.
Kemandirian, ketahanan pangan diyakini memihak desa sebagai lumbung padi. Bagian
utama perwujudan negara agraris sepanjang khatulistiwa.
Jangan sepelekan kata ‘desa’. Desa saja punya UU. Adalah UU 6/2014 tentang
DESA. Sebagai ketetapan yang merupakan hasil persetujuan bersama DPR RI dan
Presiden RI. Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014. Diundangkan di
Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014.
Tidak pakai lama. Belum sampai terpenuhi ketentuan paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak UU 6/2014 diundangkan. Pada tanggal 3 Juni 2014 diundangkan
di Jakarta Peraturan Pemerintah RI 43/2014 tentang “Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”.
Terkait dengan hajat politik berupa pesta demokrasi. simak UU 6/2014 fokus
pada:
Bagian Ketiga
Pemilihan Kepala
Desa
Pasal 31
(1)
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak
di seluruh wilayah Kabupaten / Kota.
(2)
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Praktik lain, pilkada serentak telah dilakukan pada periode 2014-2019. Pemerintah
c.q kemendagri kurang mengantisipasi akan muncul calon tunggal. Padahal,
politik sehat menjadikan partai politik siaga kader 24 jam. Juga tidak. Elite lokal,
tokoh masyarakat, pengusaha, bahkan sampai komunitas putra-putri asli daerah. Ormas
lokal, paguyuban, trah atau ikhwal lainnya.
Pembangunan desa ditangani oleh kementerian.oleh karena itu, pada
hakekatnya Desa merupakan entitas bangsa yang telah membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Melalui pengembangan paradigma dan konsep baru tata
kelola Desa secara nasional, berlandaskan prinsip keberagaman serta
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas, tidak lagi menempatkan Desa
sebagai “latar belakang Indonesia”, melainkan sebagai “halaman depan Indonesia”.
Visi Desa Membangun Indonesia adalah irisan sinergis antara Catur Sakti dan
Tri Sakti yang merupakan pengejawantahan operasional Nawa Cita Presiden Republik
Indonesia. Catur Sakti bermakna Desa bertenaga secara sosial, berdaulat secara
politik, bermartabat secara budaya, dan mandiri secara ekonomi.
Indeks Desa Membangun, atau disebut IDM, dikembangkan untuk memperkuat
upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan sebagaimana
tertuang dalam Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019
(RPJMN 2015 – 2019), yakni mengurangi jumlah Desa Tertinggal (dan Desa sangat
Tertinggal) sampai 5000 Desa dan meningkatkan jumlah Desa Mandiri sedikitnya
2000 Desa pada tahun 2019. Sasaran pembangunan tersebut memerlukan kejelasan
lokus (Desa) dan status perkembangannya. Indeks Desa Membangun tidak hanya
berguna untuk mengetahui status perkembangan setiap Desa yang lekat dengan
karakteristiknya, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai instrumen untuk
melakukan targeting dalam pencapaian target RPJMN 2015 – 2019 dan koordinasi
K/L dalam pembangunan Desa.
Indeks Desa Membangun mengklasifikasi Desa dalam lima (5) status, yakni:
(i) Desa Sangat Tertinggal; (ii) Desa Tertinggal; (iii) Desa Berkembang; (iv)
Desa Maju; dan (v) Desa Mandiri. Klasifikasi Desa tersebut untuk menunjukkan
keragaman karakter setiap Desa dalam rentang skor 0,27 – 0,92 Indeks Desa
Membangun. (sumber: ”Indeks Desa Membangun 2015”, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).
Indeks Desa Membangun merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi dan
ekologi. IDM didasarkan pada 3 (tiga) dimensi tersebut dan dikembangkan lebih lanjut
dalam 22 Variabel dan 52 indikator. Penghitungan IDM pada 73.709 Desa berdasar
data Podes 2014 dengan angka rata-rata 0,566 menghasilkan data sebagai berikut:
§ Desa Sangat
Tertinggal : 13.453 Desa atau 18,25
%
§ Desa Tertinggal : 33.592 Desa atau 45,57 %
§ Desa Berkembang : 22.882 Desa
atau 31,04 %
§ Desa Maju : 3.608 Desa atau 4,89 %
§ Desa Mandiri : 174 Desa atau 0,24%
Gadis desa kian menjadi bunga desa Nusantara berkat asupan Dana Desa. Menyoal
apa itu, apa bagaimana ‘dana desa’, penulis tak punya ilmunya untuk berolah kata.
Ada baiknya buka ingatan lawas akan unen-unen (bahasa) Jawa, “desa mawa cara negara mawa tata”.
Tunggu tanggal mainnya. Bersambung kesempatan di depan mata. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar