Halaman

Selasa, 14 Mei 2019

tradisi ritual makar di belantara politik Nusantara


tradisi ritual makar di belantara politik Nusantara

Naluri, insting, daya endus anak bangsa pribumi Nusantara, kaum bumipoetra, putra-puti asli daerah yang menjadi manusia politik. Kian digdaya, nyali di atas rata-rata nasional karena digembleng di kawah Candradimuka versi Nusantara. Tepatnya di belantara politik lokal sampai semiglobal.

Bukan fakta, bukan data. Reformasi yang bergulir dari puncaknya, 21 Mei 1998. Menjanjikan, siapa peraih suara terbanyak di pemilu 1999, otomatis sang oknum ketum parpol berhak menjadi RI-1. Mekanisme pemilihan presiden di MPR berkata lain.

Bukan sulap, bukan sihir. Semakin gelap, semakin mahir. Sejarah saja sudah tahu, mana emas mana loyang. Banyak catatan sejarah di pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, 2004, 2009, 2014 dan 2019.

Aneka kasus yang di negara maju sudah tabu. Namun malah menjadi kebanggaan di kita. Lebih bermartabat, bersiasat dibanding negara lain. Belajar dari pengalaman pahit negara lain. Diadaptasikan dengan budaya politik. Diramu dengan gaya revolusi mental. Cara zaman ‘nasakom’ dikombinasikan dengan asas ‘kuningisasi’.

Politik yang menjalar di Indonesia memang lentur, tahan bentur. Sanggup mulur melampaui kapasitas dan daya dukung diri. Mampu berubah bentuk, ganti warna, bongkar pasang isi dengan cepat. Tak makai mikir.

Perempuan di partai politik harus sigap kerja bakti politik. Memiliki modalitas yang memadai, baik kapasitas akademis, modal sosial dan ongkos politik,  serta dukungan politik dari rakyat sebagai pemilihnya. Khususnya untuk mewujudkan peningkatan kuota jumlah raihan kursi di lembaga legislatif pada Pemilu Serentak, Rabu 17 April 2019.

Praktik politik memang ramah gender (women friendly). Lebih dikarenakan demi teman bermain anak cucu ideologis di semua lini. Bukan faktor sengaja terencana, cabinet siap rombak 2014-2019 malah membuktikan. Mana anak manis yang gemar duduk manis. Dengan yang seharusnya, sebenarnya.

Sementara itu kaum Hawa terbukti kuat menentukan nasib politik formal atau peneylenggara negara.  Memanfaatkan peran sentral sebagai konco sekasur laki-laki yang sedang naik daun. Tak ada kaitan dengan filosofi “di belakang lelaki hebat, terdapat perempuan hebat”.

Sejarah apa bagaimana presiden lelaki Nusantara. Hanya sebagai selingan saat istirahat soré. Betapa saat ada perempuan Nusantara jadi RI-2 dan RI-1 dalam satu periode. Benar ujaran luhur wong Jawa, bahwasanya ybs “ora kuat derajat”. Maunya dipikul sing dhuwur. Sambil mendhem dendam politik. Bukan mendem gadhung. Malah mendem kursi. Mabuk kursi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar