Halaman

Selasa, 21 Mei 2019

pelapor makar mbokdé Mukiyo, dudu pelopor makar


pelapor makar mbokdé Mukiyo, dudu pelopor makar

Dolanan bocah, permainan bocah bernama delikan, petak umpet dan sejenisnya sesuai SARA. Sebagai bukan cabag olahraga, walau memenuhi unsur gerak fisik, adu strategi dan berkeringat. Tidak ada batas gender, umur, pendidikan formal, BB dalam pembentukan tim. Aturan main tidak dibakukan, suka-suka yang main. Pakai standar umum lokal.

Permainan bisa tambah ramai, jika ada pihak yang tak ikut bermain, tetapi ikut campur tangan. Diam, tapi tangan menunjuk ke lokasi sang pengumpet. Asal jangan sembunyi di rumah orang. Cukup di sekitar area permainan.

Dolanan bocah kalau sudah kecanduan jangan sampai melahirkan bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Konflik yang berkelanjutan. Apalagi sengaja wadul ke pihak tertentu. Dibumbui dengan fakta lain yang tak ada hubungan diplomatis. Alias sengaja melakukan modus tumbak cucukan.

Dolanan wong tuwa di panggung politik, tak lepas dari simbol wadul dan sejenisnya. Perbuatan ringan tapi dampaknya tak ringan adalah modus wadul. Biasanya pelapor dari pihak yang dirugikan. Tak berlaku di syahwat politik. Asal lapor demi dapat imbalan nama tenar. Pokoknya lapor. Pihak penerima laporan, dengan serta merta mencerna laporan.

Kendati anak-anak bisa mengalami konflik horizontal. Dolanan bubar. Tak lama kemudian, kumpul lagi. Terjadi kesepakatan damai, wawuh, akur. Saling jabat tangan. Lupakan yang tadi. Jangan ulangi kecurangan. Main lagi, permainan yang lain.

Tanggung jawab politik-moral perlu diwujudkan. Perpaduan antar tingkatan budaya politik yang berdasarkan komponen dunia nyata. Menyadarkan diri bahwa bangsa  butuh banget  budaya politik yang santun.  Jauh dari kekerasan simbolik atas nama apapun. Saatnya  menumbuhkan struktur politik yang manusiawi. Diperuntukkan manusia Indonesia. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar