pelapor makar mbokdé Mukiyo, dudu pelopor makar
Dolanan bocah, permainan bocah bernama delikan, petak umpet dan
sejenisnya sesuai SARA. Sebagai bukan cabag olahraga, walau memenuhi unsur
gerak fisik, adu strategi dan berkeringat. Tidak ada batas gender, umur, pendidikan
formal, BB dalam pembentukan tim. Aturan main tidak dibakukan, suka-suka yang
main. Pakai standar umum lokal.
Permainan bisa tambah ramai, jika ada pihak yang tak ikut bermain, tetapi
ikut campur tangan. Diam, tapi tangan menunjuk ke lokasi sang pengumpet. Asal jangan
sembunyi di rumah orang. Cukup di sekitar area permainan.
Dolanan bocah kalau sudah kecanduan jangan sampai
melahirkan bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Konflik yang berkelanjutan.
Apalagi sengaja wadul
ke pihak tertentu. Dibumbui dengan fakta lain yang tak ada hubungan diplomatis.
Alias sengaja melakukan modus tumbak cucukan.
Dolanan wong tuwa di panggung politik, tak lepas dari simbol wadul dan sejenisnya. Perbuatan
ringan tapi dampaknya tak ringan adalah modus wadul. Biasanya pelapor dari pihak yang
dirugikan. Tak berlaku di syahwat politik. Asal lapor demi dapat imbalan nama
tenar. Pokoknya lapor. Pihak penerima laporan, dengan serta merta mencerna
laporan.
Kendati anak-anak bisa mengalami konflik horizontal. Dolanan bubar. Tak lama
kemudian, kumpul lagi. Terjadi kesepakatan damai, wawuh, akur. Saling jabat tangan. Lupakan yang
tadi. Jangan ulangi kecurangan. Main lagi, permainan yang lain.
Tanggung jawab politik-moral perlu diwujudkan. Perpaduan antar tingkatan
budaya politik yang berdasarkan komponen dunia nyata. Menyadarkan diri bahwa
bangsa butuh banget budaya politik yang santun. Jauh dari kekerasan simbolik atas nama
apapun. Saatnya menumbuhkan struktur
politik yang manusiawi. Diperuntukkan manusia Indonesia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar