nusantara kian sarat beban demokrasi abal-abal
Memang belum pernah
terjadi. Bahkan di angan-angan pun tak pernah muncul. Bedanya pada warna. Si kolor
hitam dan si kolor putih. Celana pendek kolor, hanya sampai bawah lutut (celana
komprang, semacam celana pangsi) atau berhenti di atas lutut.
Pemakainya pada
umumnya kaum hawa, lanang. Lepas dari norma batas kemaluan lelaki. Untuk sholat
tinggal dilengkapi sarung. Busana kerja petani, kolor hitam komprang. Pakaian
adat serba hitam. Pesilat. Sabuk lebar serba guna. Tempat menyelipkan golok.
Sarung dicangklong, dislempangkan di bahu.
Kolor putih bukan
untuk main lumpur. Seragam lengkap dengan kaos oblong putih, tudung kepala
putih. Bukan berarti tak siap mandi peluh. Anti-keringat. Celana serba guna. Komprang putih. Hindari
pakai singlet. Sebagai identitas haji. Cara duduk tak boleh sembarangan. Tak
bebas jagongan. Bebas paparan asap rokok.
Asas penebar,
penabur berita serba kabar. Kolor ijo tenar punya nama beken. Masuk koran atau
ujaran bebas di layar kaca. Kejadian perkara musiman. Macam begal motor. Bukan
bahaya latén, pihak berwajib seolah tak mau tahu. Laporan masuk sebagai
informasi, dicatat. Biaya operasi menjadi klasik.
Ironis binti
tragis. Barisan kolor ijo atau oknum kolor ijo sedang berujar liwat medsos. Ada
pihak merasa tercemar namanya. Tidak disebut sebagai pihak penggagas. Bukti
berbasis TIK. ITE cukup alasan pihak penerima laporan untuk ‘main polisi
sendiri’. Kejahatan kerah putih. Semangkin terbungkuk-bungkuk membawa pedang
keadilan. Sekedar pengayom. Siap tebang pilih. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar