pancasila-nusantara
fungsi budi pekerti Jawa tradisional
ASAH INGATAN
Memang, justru
saat kondisi lingkungan stategis sedang dalam uji coba, uji nyali, uji-uji apa
saja. Bijak diri, simak buku Modul II – Budi Pekerti. Tampaknya selaku bahan
baku kegiatan Pendidikan dan Latihan, JabatanPenyuluh Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Tim Penyusun:
Dr. Sumiyati dan Ir. Sumarwanto. Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2017
Bahan ajar
yang akan ditulis oleh para pendidik (penyuluh) perlu didahului dengan
pengalaman melalui Bimtek.
Bahan ajar
berisi substansi yang garis-garis besarnya secara nasional didasarkan pada
kurikulum pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang disusun oleh
Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) pusat, namun secara kontekstual
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan daerah atau sekolah atau lingkungan
setempat.
ASAL INGAT
Budi Pekerti
berasal dari bahasa jawa yakni budi dan pakarti, budi yang
berarti baik, terpuji, dan pakarti yang berarti perilaku, tata krama, atau
perangai. Budi Pekerti berarti perilaku atau tata krama atau perangai yang baik
atau terpuji.
Budi pekerti
ialah perilaku kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun
berinteraksi antar sesama manusia maupun dengan penciptanya. Budi pekerti yang
kita miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai, tabiat dan tingkah laku yang
lahir disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadikebiasaan.
Dengan demikian,
budi pekerti adalah aplikasi atau wujud perilaku dari sikap manusia luhur,
budiluhur sendiri merupakan kesadaran manusia dalam berdaya upaya menuju
kebersihan hati atau kemuliaan dan kearifan manusia utuh.
Kesadraan
manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur akan mementingkan kepentingan
sesama dalam lingkungannya serta memberi keteladanan budi pekerti dan karakter
bagi masyarakat.
INGAT-INGAT
Pada
hakekatnya apabila mayoritas dari masyarakat Indonesia telah mengedepankan
sikap dan perilaku budi pekerti luhur, maka akan tercapailah kondisi yang ideal
sebagai berikut :
“Raharja
rahayuning negari ; Gemah ripah loh jinawi ; Tata tentrem kerta raharjo”
yang artinya kondisi negara ini tertata tentram, jauh dari kejahatan, patuh
pada hukum dan aturan yang berlaku.
Kesenjangan
antara yang kaya dan yang miskin teredusir karena mereka yang kecukupan
membantu yang kurang. Etos kerja meningkat, kegiatan perekonomian berjalan
semakin baik dan dinamis. Tidak terjadi penonjolan kemewahan oleh yang kaya dan
tidak nampak kaum peminta-minta dijalanan. Mereka tahu posisi dan kedudukannya
masing-masing sehingga hubungan harmonis terpelihara.
Modul sebanyak 67 halaman. Sekian. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar