daur ulang politik
nusantara, cari panggung vs curi punggung
Suratan sejarah bahwasanya, barangsiapa selaku anak bangsa, tunas bangsa
nusantara. Semenjak tahu politik, langsung pakai semboyan dedikasi pelanjut
nusantara, pejah gesang ndèrèk panguwasa. Berdiri paling depan di belakang BK,
di zaman Orde Nasakom. Aman, nyaman di balik punggung BK sambil acungkan tinju ke langit.
Pendulum politik nusantara, kridha lumahing asta vs pejah gesang ndèrèk
panguwasa, yang penting bisa dapat posisi dan kedudukan empuk. Kalau kelamaan
duduk manis, lupa kalau punya kaki sendiri. fokus ke masa depan secara mandiri,
sambil tangan di lipat, lupa bau keringat sendiri.
Jalan yang akan ditempuh, tinggal ikuti lacak jejak sejarah. Petunjuk arah
dan rambu-rambu lalu lintas lokal terpampang di depan hidung. Jaga jarak dengan
kendaraan politik di depan. Jangan main serobot di jalur lurus. Mentang-mentang
besar badan maunya menang sendirian.
Masuk peradaban manusia, laju kendaraan politik menjadi penghalang. Tak merasa
karena merasa pemilik jalan. Merasa yang bangun dan yang punya jalan. Semua pengguna
hanya numpang liwat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar