kembali ke tradisi luhur
leluhur bangsa timur
Bagitulah ibaratnya. Apa jadinya jika perut bangsa agraris seminggu tak
jumpa nasi. Asupan gizi non-nasi bikin perut isi. Tapi kinerja otak tak
terdongkrak. Malah memikirkan yang bukan hak guna otak. Salah kejadian menjadi
menu harian. Serba salah akhirnya pakai metode seperti biasa.
Pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki wewenang mengusulkan pengkajian
terhadap jenis pelayanan kesehatan tradisional yang spesifik daerah (local
spesific) kepada Pemerintah melalui pemerintah daerah provinsi untuk dapat
diteliti, dikembangkan, dan diterapkan. (PP RI 103 / 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Trdisional).
Tradisi nilai moral dikemas sebagai pranata sosial. Menjadi pedoman menu harian
rakyat dalam hidup bermasyarakat. Nilai religius
islami terasa pada adab bertetangga. Nilai gotong-royong menjadi modal sosial
persatuan di penduduk yang bermukim, bertempat tinggal sesuai wilayah administratif.
Ketika negara bersama negara lain seolah menghadapai musuh yang sama. Sebut
saja agresi pandemi covid-19 lepas dari drama laga kolosal. Nusantara sigap 24
jam mengandalkan pamungkas berupa daya tahan rakyat.
Rasialisme politik, merasa partainya unggul sampai diskriminasi beda
pilihan menjadikan anak bangsa plus tunas bangsa tergembleng mentalitas. Terjadilah aneka kejadian perkara, kasus, peristiwa
yang selayaknya, seharusnya, semestinya tak terjadi di bumi Pancasila.
Seolah malah menjadi tradisi bahasa politik. Olok-olok politik, ujaran
bebas nista, pemaki, penghujat dan atau penjilat atas dasar pemilikan sendiri (self
consciousness) dan pencapaiannya sendiri (self attained). [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar