bedah jeroan kesalahan administrasi,
toleransi vs abai nan lalai
Berkat Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, maka Indonesia
mengenal, mempunyai hukum nasional. Tepatnya, muncul sebagai Pasal 1 Ayat (3):
Negara Indonesia adalah negara hukum. Jangan lupa asumsi historis, bahwa Pancasila
adalah sumber dari segala sumber hukum. Bagaimana lambang hukum nasional.
Adalah UU RI 30/2014 tentang Administrasi Pemerintah.
Memang tersurat pasal berisi ‘kesalahan administrasi’ tetapi tidak ada
penjelasan batasannya. Janga risau, masih ada penggunaan istilah ‘kesalahan’.
Salah satunya simak Penjelasan Pasal 63, Ayat (1), Huruf b:
Yang dimaksud dengan
“kesalahan redaksional” adalah kelalaian dalam penulisan dan kesalahan teknis
lainnya.
Terkait lambang hukum nasional, anggapan awal, awam,
bukti empiris, hipotesis bahwasanya hukum di tangan penguasa.
Hukum tak pilih kasih plus tak kenal tebang pilih.
Maksudnya, hukum berkemampuan diri bisa memilah dan atau memilih, pihak mana
yang wajib ditebang, ditendang, sampai tumbang. Pihak siapa yang layak ditebas,
dilibas sampai tuntas. Blokade, blokir karirnya. Biar tahu rasa. Kawanan buaya kulit
kebal hukum kok dilawan.
Secara hukum, bahasa hukum, kamus hukum atau hukum yang
berlaku umum, formal di nusantara. Bahwasanya, berkat Perubahan Kedua tahun
2000 UUD NRI 1945, NKRI baru mengenal kata, lema ‘ayom’. Mungkin,
sebagai logo, lambang, publik sedikit banyak tahu itu lambang pihak mana.
Betul, terkait dengan ‘hukum’.
Yang menarik tetapi tidak menarik. Jangan diartikan
bagimana riwayatnya kata, lema ‘ayom’ menjadi hak milik pemilik dan atau alat
negara penyedia jasa keamanan.
Dengan kata lain, penegakkan hukum lebih fokus ke
prosedur tetapi mengabaikan substansi. Prosesi hukum nasional akan menciptakan pelayanan sesuai paket jasa
layanan. Tentunya masih akan mengabaikan
kompetensi etika. Tanggung jawab moral merupakan hakikat utama penegakkan
hukum.
Abai terhadap ayat-ayat hukum tak tertulis, masih bisa
direhabilitasi dengan model sanksi sosial. Ketika terjadi toleransi hukum
karena melihat siapa pihak yang berperkara, siapa pihak yang menjadi terdakwa.
Bawah sadar sudah memupuk, menumpuk kiamat lokal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar