Halaman

Senin, 29 Juni 2020

jiwa manusia terjajah ambisi politik diri sejak dini


jiwa manusia terjajah ambisi politik diri sejak dini

Atas petunjuk tanpa main telunjuk “wong pintar” yang sigap 24 jam di jalanan, manusia bebas. Atau sesuai arahan sarat amarah, berupa ujaran ajaran bebas tak perlu dibahas dari penguasa tunggal parpol wong-cilik. Ujung-ujungnya tak jauh dari terkaan pemirsa. Kejelian wasit di lapangan bisa ubah hasil skore. Namanya politik.

Merasa bahwasanya yang menyebabakan negara merdeka adalah pergerakan politik liwat aksi partai politik. Tak ada yang lain, tak ada unsur atau benda asing yang menyelusup, tak pakai jasa “pihak lain” (outgroup). Fakta sejarah, saksi hidup maupun saksi bisu, rekam jejak plus rekam tayang media lokal, abaikan. Utamakan jasa sesuai modifikasi sejarah nasional.

Sistem pendidikan politik berbasis familiaritas dengan pihak lain, beda pilihan, kawan tapi liyan. Membuat anak berani tampil beda dan paham makna beda. Ketakberpihakan (imparsialitas) maupun sifat netral(tidak berpihak) politik nusantara, rasanya di atas kertas pun mustahil dirumuskan dengan seksama.

Laga politik nusantara acap diguncang fakta pihak-pihak yang tak pernah diperhitungkan, malah bisa sampai babak final. Bahkan mampu keluar selaku pemenang. Maka daripada itu, nalar politik bau tanah, membuat pasal biaya politik menjadi penentu. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar