jiwa manusia terjajah
ambisi politik diri sejak dini
Atas petunjuk
tanpa main telunjuk “wong pintar” yang sigap 24 jam di jalanan, manusia bebas. Atau
sesuai arahan sarat amarah, berupa ujaran ajaran bebas tak perlu dibahas dari
penguasa tunggal parpol wong-cilik. Ujung-ujungnya tak jauh dari terkaan
pemirsa. Kejelian wasit di lapangan bisa ubah hasil skore. Namanya politik.
Merasa bahwasanya
yang menyebabakan negara merdeka adalah pergerakan politik liwat aksi partai
politik. Tak ada yang lain, tak ada unsur atau benda asing yang menyelusup, tak
pakai jasa “pihak lain” (outgroup). Fakta sejarah, saksi hidup maupun
saksi bisu, rekam jejak plus rekam tayang media lokal, abaikan. Utamakan jasa
sesuai modifikasi sejarah nasional.
Sistem pendidikan
politik berbasis familiaritas dengan pihak lain, beda pilihan, kawan tapi
liyan. Membuat anak berani tampil beda dan paham makna beda. Ketakberpihakan
(imparsialitas) maupun sifat netral(tidak berpihak) politik nusantara, rasanya
di atas kertas pun mustahil dirumuskan dengan seksama.
Laga politik
nusantara acap diguncang fakta pihak-pihak yang tak pernah diperhitungkan,
malah bisa sampai babak final. Bahkan mampu keluar selaku pemenang. Maka daripada
itu, nalar politik bau tanah, membuat pasal biaya politik menjadi penentu. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar