terlarang, dudu sing
paling larang, paling awis
Selaku bangsa besar karena populasi penduduk malah bersaing mencetak
sejarah prestise ketimbang sejarah prestasi. Sejarah meninggalkan fakta
bahwasanya daya khayali, reka imajinasi, angan fantasi melambai, rekayasa
internal anak bangsa pribumi mampu membuat ybs lupa diri. Lupa sedang berada
dimana, sebagai apa dan bisanya apa.
Pada derajat, martabat kemanusiaan tertentu, secara sadar plus yakin diri masuk
kawasan terdegradasi, degenerasi menjadi manusia bangkrut alam akhirat. Citra reka
kemartabatan diri jauh di atas potensi alami secara genetik. Sejarah akan
berulang, memunculkan kembali karakter diri pada seseorang yang sudah lama
tidak muncul pada generasi sebelumnya.
Juga tidak. Beras lokal kualitas global, jika bibit unggulnya tidak
terjaga, akan jatuh diri menjadi pakan ayam. Terbukti, generasi peolok-olok
politik segala usia, sejatinya generasi apkiran, generasi kapiran.
Alias karakter teranyarkan akibat manipulasi sejarah hitam bangsa. Pelaku khianat
bangsa karena dari kalangan terpandang, hukum nasional kalah garang. Berlanjut secara
politis. Berlaku eiposode “buaya vs
buaya”.
Roda perhukuman nusantara tergantung siapa atau pihak mana selaku penggerak
utama. Bukan larangan tak tertulis atau pasal bersanksi yang dilanggar secara
sadar bermufakat. Pedang dewi keadilan tahu diri. Bisa menjadi alat pelindung. Bisa
menjadi alat tebang pilih. Bisa menjadi dalil pemusnah bangsa.
Minimal terbukti bermanfaat melibas lawan beda pilihan. Sekaligus melestarikan
petugas pengisi skenario sejarah hitam nusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar