dekadensi moral politik
nusantara, tidak bisa apa-apa vs apa-apa tidak bisa
Hakikatnya, yang
dimaksud bonus demografi adalah kondisi ketika terdapat potensi manfaat
ekonomi, terjadi karena jumlah penduduk produktif lebih banyak dari jumlah
penduduk usia non-produktif, atau angka rasio ketergantungan menurun di bawah
angka 50. Kalau menyebut angka 50 berarti 50 per 100, atau 50 penduduk usia
belum maupun sudah tidak produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia kerja atau
masih produktif (15–64 tahun).
Untuk memperoleh kemanfaatan
berlapis dari bonus demografi hingga 2035, penduduk Indonesia harus tetap waras,
sehat dan produktif secara sosial-ekonomi-politik dan dapat menjadi mesin penggerak
ekonomi yang berkelanjutan. Jangan malah menjadi sumber konflik sosial, biang
bencana politik antarkelas di masa depan.
Umumnya, pada rumah
tangga, keluarga ada anggota keluarga yang masuk kategori seorang manusia
Lanjut Usia. Memahami efek, dampak
Lanjut Usia bukan karena penurunan daya ingatan, gagal paham atau lelet mikir. Khususnya
pemahaman atas perubahan kepribadian atau perilaku, kembali ke mental anak. Kembali
ke fase bebas hukum agama.
Penyakit tua tak
jauh-jauh dari kemunduran fungsi sel-sel tubuh dan menurunnya fungsi sistem
imun tubuh sehingga muncul penyakit degeneratif. Adab kemanusiaan dipertaruhkan
demi politik yang bebas saling libas.
Fakta lain menyebutkan,
asupan gizi politik melebihi kebutuhan, daya tampung dan potensi anak bangsa
pribumi nusantara. Muncul penyakit politik berlapis pada diri ybs dan tak
merasa. Merasa pilih dan laik tanding melawan pihak beda warna partai. Apalagi beda
pilihan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar