Halaman

Sabtu, 30 Juli 2016

aliran politik bawah sadar



aliran politik bawah sadar

Dampak, efek, ekses pingitan kebebasan berpolitik selama era Orde Baru, diluar dugaan. Bukan sekedar di luar akal, nalar, logika anak bangsa yang lebih berorientasi kepada orang daripada kepada sistem. Orang yang selama itu merasa tersanjung, karena mengedepankan gila hormat sekaligus gila jabatan, tetap tak sadar bahwa zaman telah berubah. Rakyat yang mempunyai hak pilih semakin sadar dan cerdas politik.

Bukan tiba-tiba, bukan tanpa sebab, SBY muncul dipermukaan panggung politik Nusantara yang hanya dipenuhi pemain lama dengan hafalan lama. Terjadi pembaruan politik secara drastis. Banyak yang tidak siap. Sejalan perjalanan waktu dua periode SBY, 2004-2009 dan 2009-2014, muncul petarung politik yang modal nekat, berani malu dan tak ukur baju.

Periode 2014-2019 anak manis pdip yang patuh, taat, tunduk, loyal pada oknum ketum pdip, semakin dewasa semakin merajuk ingin lebih. Sudah jadi presiden, lupa berdiri, bahkan kebelet jadi presiden lagi. Bukannya pdip miskin nyali dan tajinya kurang tajam. “Atas petunjuk ketua umum” menjadi ajian, jimat dan primbon hidup kawanan pdip.

Jokowi piawai memanfaatkan sikon dimana parpol sudah kehabisan energi ideologi. Dukungan nyata parpol hanya pamrih di pesta demokrasi 2019. Memberi amunisi ke Jokowi dengan tujuan ybs akan tertarik dalam gerbong atau syukur-syukur sebagai pasangan Jokowi. Itulah politik. Kalkulasi politik memang menghalalkan segala tindakan, terlebih diperkuat dengan bahasa politik.

Langkah catur Jokowi memasang mantan jenderal di kabinet kursi, merupakan strategi dan tak-tik jitu  nabok nyilih tangan” sekaligus memperkecil peluang sang jenderal jadi pesaing di 2019. Disinilah beda akal politik Jokowi dengan Megawati. Kita masih salut saat itu ajudan presiden RI kelima, beripar dengan SBY (?). [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar