Belanda masih jauh, tunggu durian
runtuh
Bangsa dan rakyat
Indonesia bisa dan mampu menghargai semangat dan jasa perjuangan, pengorbanan serta
melanjutkan kemanfaatan nilai-nilai peninggalan dan warisan nenek moyangnya.
Secara adat budaya Jawa adalah dengan “mikul sing duwur, mendem sing jero”.
Jangan heran, jika
ada nama belakang menunjukkan asal usul keturunan dari seseorang yang masuk
kategori beken, ngetop, tenar, masyhur, popular. Dampak negatifnya atau efek
domino adalah oknum ybs menjadi gila sanjung, gila hormat. Tak kurang yang tak
mampu meneruskan tradisi kegemilangan. Nama besar orang tua menjadi beban sang
anak, malah menjadi bumerang perjalanan hidup anak keturununan.
Perjalanan bangsa
dan negara Indonesia, terasa ada beberapa babakan yang sarat dengan nama baik
nenek moyang, ada juga yang terkontaminasi jiwa dan semangat sisa penjajahan
yang berorientasi pada orang. Pengabdian salah kaprah karena fokus pada
ketokohan, sentral pada sang figur, lebur mengikuti jejak sang panutan, fanatik
pada tampilan fisik idolanya. Arus budaya impor tanpa karantina, bebas
saringan, sortir dan pemeriksaan kadar, bebas melenggang kangkung mendesak
budaya lokal. Bahkan tak terasa menggusur tanpa perlawanan yang berarti budaya
Nusantara.
Kehidupan berpolitik
anak bangsa semakin memperkokoh bahwa kita terjebak pada dogma untuk tidak
menyiapkan generasi masa depan. Kepentingan politik dalam negeri lima tahunan
menjadikan peran generasi penerus bangsa sebatas sebagai pemilih potensial
saja. Bagi generasi muda yang ingin berkiprah melalui jalur politik, sudah
terbebani bahwasanya biaya politik bisa-bisa bisa menjadikan tindak pidana
korupsi sebagai solusi jitu. Melihat pendahulunya yang berjibaku karena wajib
melaksanakan kebijakan partai secara total, tanpa banyak bertanya. Tidak perlu
berpikir, yang penting laksanakan!
Walhasil, semangat
anak bangsa yang ingin agar bangsa dan negara ini bebas dari penjajah bangsa
sendiri, ibarat meludah ke atas. Secara konstutusional, para pelaku atau
penylenggaran negara dari atau sebagai pekerja, petugas partai wajib mengikuti
semboyan “pejah gesang nderek partai”. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar