Halaman

Jumat, 01 Juli 2016

Belanda masih jauh, tunggu durian runtuh



Belanda masih jauh, tunggu durian runtuh

Bangsa dan rakyat Indonesia bisa dan mampu menghargai semangat dan jasa perjuangan, pengorbanan serta melanjutkan kemanfaatan nilai-nilai peninggalan dan warisan nenek moyangnya. Secara adat budaya Jawa adalah dengan “mikul sing duwur, mendem sing jero”.

Jangan heran, jika ada nama belakang menunjukkan asal usul keturunan dari seseorang yang masuk kategori beken, ngetop, tenar, masyhur, popular. Dampak negatifnya atau efek domino adalah oknum ybs menjadi gila sanjung, gila hormat. Tak kurang yang tak mampu meneruskan tradisi kegemilangan. Nama besar orang tua menjadi beban sang anak, malah menjadi bumerang perjalanan hidup anak keturununan.

Perjalanan bangsa dan negara Indonesia, terasa ada beberapa babakan yang sarat dengan nama baik nenek moyang, ada juga yang terkontaminasi jiwa dan semangat sisa penjajahan yang berorientasi pada orang. Pengabdian salah kaprah karena fokus pada ketokohan, sentral pada sang figur, lebur mengikuti jejak sang panutan, fanatik pada tampilan fisik idolanya. Arus budaya impor tanpa karantina, bebas saringan, sortir dan pemeriksaan kadar, bebas melenggang kangkung mendesak budaya lokal. Bahkan tak terasa menggusur tanpa perlawanan yang berarti budaya Nusantara.

Kehidupan berpolitik anak bangsa semakin memperkokoh bahwa kita terjebak pada dogma untuk tidak menyiapkan generasi masa depan. Kepentingan politik dalam negeri lima tahunan menjadikan peran generasi penerus bangsa sebatas sebagai pemilih potensial saja. Bagi generasi muda yang ingin berkiprah melalui jalur politik, sudah terbebani bahwasanya biaya politik bisa-bisa bisa menjadikan tindak pidana korupsi sebagai solusi jitu. Melihat pendahulunya yang berjibaku karena wajib melaksanakan kebijakan partai secara total, tanpa banyak bertanya. Tidak perlu berpikir, yang penting laksanakan!

Walhasil, semangat anak bangsa yang ingin agar bangsa dan negara ini bebas dari penjajah bangsa sendiri, ibarat meludah ke atas. Secara konstutusional, para pelaku atau penylenggaran negara dari atau sebagai pekerja, petugas partai wajib mengikuti semboyan “pejah gesang nderek partai”. [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar