Senyum
Sang Koruptor
Sejarah kehidupan bangsa
dan negara Indonesia tak akan lepas dari penampilan sekaligus penampakkan
penguasa tunggal Orde Baru dengan senyum khasnya. Terkadang disertai lambaian
atau tangan kanan diangkat menyapa atau sebagai respon postifnya. Perjalan
hidup sang jenderal besar, bintang lima, tak lepas dari taktik dan strategi
militer, sehingga mampu bertahan 6 pemilu sebagai mandataris MPR.
Pasca Reformasi 21 Mei
1998, sosok yang mampu tampil gemilang dalam kategori pemimpin nasional, berkat
jasa dan rekayasa media massa, malah menampilkan sosok koruptor yang murah
senyum. Maksud hati mau menohok sang penguasa pemerintah, namun efek dominonya
malah mengangkat derajat sang tipikor dengan tampilan gratis, berulang,
dramatis di media layar kaca. Hanya artis yang menganggap awak media sebagai
sahabat yang mampu membuat hitam putih “nasib”nya. Memanfaatkan bencana untuk
mendongkrak popularitas diri. Mengolah bencana menjadi pengorbit nilai jualnya.
Memaksakan ketenaran dengan menari di atas duka nestapa anak bangsa.
Ketika Indonesia mempunyai
negara tujuan koruptor, tak ayal eksistensi sang koruptor nyaris melegenda.
Tipikor menjadi sisi tak resmi, tak diakui, tak diketahui oleh pimpinan, namun
sangat diperhitungkan, sangat diandalkan agar dapur institusi tetap berasap.
Terasa dan nyata jika diinternal institusi terjadi persaingan antar angkatan,
antar alumni. Namanya barang haram, tangan kanan mengambil, tangan kiri sigap
menghabiskan tanpa skenario apapun.
Bisa-bisa bisa terjadi,
mantan napi, warga binaan berstatus tipikor menjadi idola generasi yang sedang
berjalan. Tiadanya panutan dalam skala nasional, menjadikan orang apatis, masa
bodoh, cuek, tebal telinga serta nyaris pesimis. Terlebih di panggung, industry
dan syahwat politik tampil si isak tangis pengharu rasa diimbangi lawan jenis
dengan gaya merasa paling berjasa, berorasi menghiba-hiba agar diduga prihatin
akan nasib bangsa.
Jadi, mau diapakan sisa
senyum kita. . Wallahu a’lam bisshawab.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar