Halaman

Minggu, 31 Juli 2016

nalika partai ilang gegayuhan politiké



nalika partai ilang gegayuhan politiké

Kata ahlinya, ketokohan seseorang bisa menjadikan partai politik yang tanpa cita-cita politik tetap berdaya tarik, layak jual, siap tanding di pesta demokrasi. Ketika pemilihan umum legislatif, rakyat pemilih bebas memilih nama orang, tentunya pada parpol yang dikenal rekam jejaknya.

Kata rakyat, Indonesia paceklik negarawan memang masuk akal. Tingkatan paling tinggi pejuang politik adalah jadi ketua umum partai politik, jadi wakil rakyat, jadi kepala daerah, serta puncaknya adalah jadi kepala negara.

AD dan ART partai politik hanya difahami oleh yang buat. Visi dan Misi partai politik dibuat dadakan jika menang pemilu legislatif. Formulasi kehidupan berbangsa dan bernegara kalah pamor dengan bagaimana mensejahterakan pengurus, kader dan anggota partai politik.

Partai politik tanpa konsep, tanpa tokoh, justru menjadi daya tarik para petualang politik, sebagai kesempatan dan peluang untuk berbuat banyak. Jangan heran jika pemain, pelaku, pekerja politik umumnya menyandang predikat tuna laras. Bukan berarti partai politik yang banyak makan asam garam, berpengalaman antar periode, otomatis mirip negara kecil. Bagaimana ceritanya?

Akal sederhana kawanan parpolis adalah menfasirkan bahwa main politik sebagai langkah konstitusional merebut kekuasaan. Mereka yang menang di pesta demokrasi, merasa bisa mengatur negara dengan cara seperti mengatur partai politik.

Apakah di éra mégatéga, serbatéga, téga-téganya, cita-cita puluhan Partai Politik sudah menjadi lagu wajib? [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar