membanggakan leluhur vs menyiapkan generasi luhur
Tanpa niat, itikad, maksud untuk
mendiskréditkan watak seseorang, yang serba mungkin banyak bertebaran di muka
bumi Nusantara. Terkecoh saat buka facebook, ada beberapa anak bangsa yang
menambah nama keren di belakang nama resminya. Ingin membuktikan masih trah darah
biru, keturunan ningrat, silsilah garis bangsawan, atai predikat lainnya,
minimal bukan masuk golongan wong cilik, rakyat jelata, keluarga pra-sejahtera
atau sebutan lainnya.
Apa arti sebuah nama. Manusia
tetap harus menyandang nama yang bermakna. Kewajiban orang tua antara lain
memberi nama anaknya dengan nama yang baik, bermakna baik.
Tidak salah dan
menyalahi konstitusi jika kita merasa besar hati atau merasa harga diri
bertambah jika menambahkan nama leluhur dibelakang nama diri sesuai e-KTP,
Disinilah awal daya juang pasutri, membentuk keluarga Islam yang islami banget.
Warisan keluarga yang tak lekang oleh gerusan peradaban adalah nama baik dan
ilmu.
KBBI menjelaskan betapa féodalisme adalah sistem sosial
yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengangung-agungkan prestasi
kerja.
Praktik féodalisme tidak
hanya dimonopoli oleh sistem sosial, bahkan resmi menjadi bagian integral dari sistem
politik. Tak etis jika proyek percontohannya diungkap melalui tulisan ini.
Mubazir.
Kembali ke-esensi tulisan yaitu kita acap dengar
celetukan : “Yang beranak siapa, yang
repot siapa.” Karena bangsa Indonesia merupakan akumulasi keluarga, wajar
dan masuk akal serta manusiawi jika Pemerintah wajib memperjuangkan nasib,
perjalanan hidup dan masa depan keluarga.
Keluarga adalah pemimpin masa kini yang akan melahirkan
generasi bangsa yang luhur. Generasi dengan jiwa nasionalisme yang bangga
sebagai anak Indonesia. Sekian. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar