Halaman

Selasa, 26 Juli 2016

membanggakan leluhur vs menyiapkan generasi luhur



membanggakan leluhur vs menyiapkan generasi luhur

Tanpa niat, itikad, maksud untuk mendiskréditkan watak seseorang, yang serba mungkin banyak bertebaran di muka bumi Nusantara. Terkecoh saat buka facebook, ada beberapa anak bangsa yang menambah nama keren di belakang nama resminya. Ingin membuktikan masih trah darah biru, keturunan ningrat, silsilah garis bangsawan, atai predikat lainnya, minimal bukan masuk golongan wong cilik, rakyat jelata, keluarga pra-sejahtera atau sebutan lainnya.

Apa arti sebuah nama. Manusia tetap harus menyandang nama yang bermakna. Kewajiban orang tua antara lain memberi nama anaknya dengan nama yang baik, bermakna baik.

Tidak salah dan menyalahi konstitusi jika kita merasa besar hati atau merasa harga diri bertambah jika menambahkan nama leluhur dibelakang nama diri sesuai e-KTP, Disinilah awal daya juang pasutri, membentuk keluarga Islam yang islami banget. Warisan keluarga yang tak lekang oleh gerusan peradaban adalah nama baik dan ilmu.

KBBI menjelaskan betapa féodalisme adalah  sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengangung-agungkan prestasi kerja.

Praktik féodalisme tidak hanya dimonopoli oleh sistem sosial, bahkan resmi menjadi bagian integral dari sistem politik. Tak etis jika proyek percontohannya diungkap melalui tulisan ini. Mubazir.

Kembali ke-esensi tulisan yaitu kita acap dengar celetukan : “Yang beranak siapa, yang repot siapa.” Karena bangsa Indonesia merupakan akumulasi keluarga, wajar dan masuk akal serta manusiawi jika Pemerintah wajib memperjuangkan nasib, perjalanan hidup dan masa depan keluarga.

Keluarga adalah pemimpin masa kini yang akan melahirkan generasi bangsa yang luhur. Generasi dengan jiwa nasionalisme yang bangga sebagai anak Indonesia. Sekian. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar