saatnya
Indonesia bangkit, sadar dan cerdas politik
Tidak perlu jauh-jauh memikirkan
politik apa yang cocok bagi bangsa dan rakyat Nusantara yang serba multi. Yang
dibutuhkan rakyat adalah bahwa dapur rumah tangga, dapur keluarga tetap
mengepul, berasap. Rakyat tak ambil pusing siapa yang sibuk urus dapur negara. Apakah
itu dari kawanan mbahé bajingan tengik, apakah itu dari keturunan kyai kondang tujuh
turunan, apakah itu wong suguh tenan
yang sanggup beli apa saja, ataukah pejuang politik yang mewarisi darah pahlawan nasional.
Produk hukum Nusantara begitu peduli
akan nasib anak bangsa yang menyandang serba tuna. Atau sudah mengantisipasi
berdasarkan daya ekonomi, daya sosial, daya intelegensia setiap individu
penduduk atau kelompok masyarakat. Praktiknya, justru anak bangsa yang tuna
politik, buta pendidikan politik, yang tidak cerdas politik menjadi beban masa
depan generasi penerus.
Bagaimana formulasi, rumusan,
prospektus agenda geopolitik presiden RI ke-7, periode 2014-2019, apakah sudah
terwakili oleh revolusi mental. Kita wajib prihatin luar biasa akan nasib wajah
dan peta politik Nusantara. Betapa tidak Bung, karena makna berpolitik dimulai
dari kebebasan untuk mendirikan partai politik. Serta berpolitik adalah cara
jitu, manjur dan mujarab untuk merebut kekuasaan pemerintah dan negara secara
konstitusional, legal, yuridis formal dan sesuai adat dan peradaban.
Kandungan Islam juga menganjurkan
umat Islam harus bisa berpolitik. Bahkan dianjurkan jangan menyerahkan urusan
umat kepada umat lain beda aqidah. Konflik internal antar umat Islam terkadang
diperparah karena beda ideologi, beda partai politik. Orang partai berlabels
Islam, memposisikan dirinya lebih cerdas divbanding umat Islam yan bebas politik.
Bahkan ada ormas Islam yang memposisikan diri di atas pemerintahan yang syah.
Fanatisme, radikalisme bahkan
brutalisme kawanan parpolis, ataupun militanisme oknum pelaku, pemain, pekerja
partai bisa lebih berani mati dibanding saat melaksanakan perintah agama.
Contohnya tidak bisa diurai atau disebut satu-persatu. Banyak yang tidak
diendus oleh awak media massa berbayar. Pelaku tipikor dari orang partai, secara internal didaulat sebagai pahlawan ideologi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar