jangan menyesatkan diri
Peribahasa “malu bertanya sesat di jalan” mengalami proses dinamis yang tergantung dimana
diterapkannya, untuk apa dan siapa yang memaknainya. Munculnya aliran sesat,
yang tentunya bukan stigma dari orang dalam, semakin menumbuhkan bahwa rasa
sesat menjadi universal untuk semua tingkat kehidupan.
Pekerjaan utama iblis adalah menyesatkan anak
keturunan Adam dan Hawa yang tidak berpegang teguh pada tali Allah. Kesesatan
universal muncul dengan adicita bahwa jika dekat dengan “orang dalam” pengatur surga,
dipastikan akan dapat jatah di surga walau hanya kapling minimalis.
Anak bangsa yang sadar terjun mengurus nasib
bangsa dan negara liwat jalur politik, harus siap-siap tersesat dikepentingan
sesaat. Kepentingan ideologis lima tahunan. Kalau angan-angan tak segera
terwujud, maka pikiran sesat yang akan mendominasi dan merajai hati nurani.
Jika merasa berhasil setelah jungkir-balik, merasa perjuangan dan pengorbanan
diri tak sia-sia, tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas yang sudah di
genggaman tangan.
Kalau perlu kewenangan politis bisa diwariskan, pemerataan
dalam asas sistem kekeluargaan atau dikangkangi seumur hidup. Tak heran jika
ada yang tampil garang-garing sampai ada yang dipaksakan tampil berkat jasa
nenek moyangnya saja. Ketika politik menang merk, maka nasib masa depan
generasi penerus bak digadaikan dengan semboyan kembali modal sudah untung.
Sesat akibat daya pikir, daya ucap dan daya
tindak yang hanya fokus pada menikmati kemenangan sesaat (baca : lima tahun),
setelah itu apa yang akan terjadi menjadi urusan periode selanjutnya. Bahkan,
belum-belum sudah meninggalkan bom waktu, menyisakan Pekerjaan Rumah. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar