Halaman

Senin, 04 Juli 2016

jangan menyesatkan diri



jangan menyesatkan diri

Peribahasa “malu bertanya sesat di jalan” mengalami proses dinamis yang tergantung dimana diterapkannya, untuk apa dan siapa yang memaknainya. Munculnya aliran sesat, yang tentunya bukan stigma dari orang dalam, semakin menumbuhkan bahwa rasa sesat menjadi universal untuk semua tingkat kehidupan.

Pekerjaan utama iblis adalah menyesatkan anak keturunan Adam dan Hawa yang tidak berpegang teguh pada tali Allah. Kesesatan universal muncul dengan adicita bahwa jika dekat dengan “orang dalam” pengatur surga, dipastikan akan dapat jatah di surga walau hanya kapling minimalis.

Anak bangsa yang sadar terjun mengurus nasib bangsa dan negara liwat jalur politik, harus siap-siap tersesat dikepentingan sesaat. Kepentingan ideologis lima tahunan. Kalau angan-angan tak segera terwujud, maka pikiran sesat yang akan mendominasi dan merajai hati nurani. Jika merasa berhasil setelah jungkir-balik, merasa perjuangan dan pengorbanan diri tak sia-sia, tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas yang sudah di genggaman tangan.

Kalau perlu kewenangan politis bisa diwariskan, pemerataan dalam asas sistem kekeluargaan atau dikangkangi seumur hidup. Tak heran jika ada yang tampil garang-garing sampai ada yang dipaksakan tampil berkat jasa nenek moyangnya saja. Ketika politik menang merk, maka nasib masa depan generasi penerus bak digadaikan dengan semboyan kembali modal sudah untung.

Sesat akibat daya pikir, daya ucap dan daya tindak yang hanya fokus pada menikmati kemenangan sesaat (baca : lima tahun), setelah itu apa yang akan terjadi menjadi urusan periode selanjutnya. Bahkan, belum-belum sudah meninggalkan bom waktu, menyisakan Pekerjaan Rumah. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar