Daya pikat janji, politik janji
vs janji politik
Rakyat mengenal janji, ketika tukang jual obat menjajakan dagangannya
dengan lantang, disertai berbagai gaya, atraksi. Dan unjuk raga. Ujung-ujungnya
mengatakan bahwa obatnya bisa mengobati seribu berbagai macam/jenis penyakit. Bahkan
ada yang menjanjikan mampu mengusir seribu satu penyakit dari tubuh manusia.
Bentuk janji lain, dilontarkan oleh dari mulut tukang jual buah. Buah segar,
buah peram semua warna, semua bentuk selalu dikatakan manis. Untuk meyakinkan
calon pembeli, dengan siasat menyediakan tester.
Yaitu boleh mencicipi, atau uji coba rasa buah yang sudah disiapkan, disajikan
oleh abang penjual. Belum sempat mencicipi, suah diberondong dengan setumpuk
janji.
Calon pembeli yang berpengalaman, tak mau tertipu lahi, secara acak mencoba
rasa buah. Jika kebetulan buah yang diambil rasanya tidak sesuai, abang penjual
siap dalih itu hanya satu dari sekian banyak yang ada. Kalau sekilo jeruk manis
terbeli ternyata rasa kecut, masam maka abang buah dengan sigap bilang dia
punya satu keranjang atau bahkan bisa-bisa semua stoknya mengalami nasib yang
tidak beda jauh.
Kata ahlinya, janji politik bukan ranah perdata, tapi pidana. Itupun kalau
ada bukti fisik, tertulis, saksi, pelapor atau korab atau pihak yang dirugikan
serta syarat lainnya. Lema janji memang bukan benda abstrak., tapi tidak
netral. Sebagai bahasa ucap, janji dipastikan terkait dengan isi hati
seseorang. Apakah itu keluar secara otomastis, bak orang kentut, sebagai
keahlian atau tuntutan pekerjaan. Ataukah janji sebagai ucap yang dibaca, karena
didikte atau ditulis dilengkapi dengan tanda tangan. Bisa juga akibat tekanan
yang memaksa orang atau pihak tertentu terpaksa berjanji.
Janji bisa diobral, dengan obral janji. Pihak ini masuk kategori sedang
menerapkan politik janji, tidak bisa dipidanakan (?). Janji semakin melenakan
karena disampaikan, diutarakan, diucapkan dengan gaya merayu, menyanjung,
membuai. Janji yang menjanjikan semakin berdaya pikat jika keluar dari mulut
bukan rakyat biasa. Bisa kita dengar dan saksikan saat kampanye pesta
demokrasi.
Rakyat tidak habis pikir, jika ada oknum penguasa partai yang gila sanjung,
gila hormat, gila puja-puji. Apakah karena landasan ideologi yang dicomot sana-sini-situ adalah serba janji,
minimal yang pro-janji atau sebagai fungsi janji. Kemajuan peradaban politik
dan ideologi Nusantara menyebabkan janji politik bisa diformulasikan,
diilmiahkan secara sistamtis, hirarkis dan pedagogis. Bisa menjadi obat
mujarab, manjur, cespleng, jitu untuk mengobatn sakit bangsa.
Jangan lupa, sebodoh-bodoh rakyat, tak mudah dilenakan dengan janji politik
yang menggiurkan, yang bahkan menawarkan surga dunia sekalipun. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar