Halaman

Jumat, 15 Juli 2016

Daya pikat janji, politik janji vs janji politik



Daya pikat janji, politik janji vs janji politik

Rakyat mengenal janji, ketika tukang jual obat menjajakan dagangannya dengan lantang, disertai berbagai gaya, atraksi. Dan unjuk raga. Ujung-ujungnya mengatakan bahwa obatnya bisa mengobati seribu berbagai macam/jenis penyakit. Bahkan ada yang menjanjikan mampu mengusir seribu satu penyakit dari tubuh manusia.

Bentuk janji lain, dilontarkan oleh dari mulut tukang jual buah. Buah segar, buah peram semua warna, semua bentuk selalu dikatakan manis. Untuk meyakinkan calon pembeli, dengan siasat menyediakan tester. Yaitu boleh mencicipi, atau uji coba rasa buah yang sudah disiapkan, disajikan oleh abang penjual. Belum sempat mencicipi, suah diberondong dengan setumpuk janji.

Calon pembeli yang berpengalaman, tak mau tertipu lahi, secara acak mencoba rasa buah. Jika kebetulan buah yang diambil rasanya tidak sesuai, abang penjual siap dalih itu hanya satu dari sekian banyak yang ada. Kalau sekilo jeruk manis terbeli ternyata rasa kecut, masam maka abang buah dengan sigap bilang dia punya satu keranjang atau bahkan bisa-bisa semua stoknya mengalami nasib yang tidak beda jauh.

Kata ahlinya, janji politik bukan ranah perdata, tapi pidana. Itupun kalau ada bukti fisik, tertulis, saksi, pelapor atau korab atau pihak yang dirugikan serta syarat lainnya. Lema janji memang bukan benda abstrak., tapi tidak netral. Sebagai bahasa ucap, janji dipastikan terkait dengan isi hati seseorang. Apakah itu keluar secara otomastis, bak orang kentut, sebagai keahlian atau tuntutan pekerjaan. Ataukah janji sebagai ucap yang dibaca, karena didikte atau ditulis dilengkapi dengan tanda tangan. Bisa juga akibat tekanan yang memaksa orang atau pihak tertentu terpaksa berjanji.

Janji bisa diobral, dengan obral janji. Pihak ini masuk kategori sedang menerapkan politik janji, tidak bisa dipidanakan (?). Janji semakin melenakan karena disampaikan, diutarakan, diucapkan dengan gaya merayu, menyanjung, membuai. Janji yang menjanjikan semakin berdaya pikat jika keluar dari mulut bukan rakyat biasa. Bisa kita dengar dan saksikan saat kampanye pesta demokrasi.

Rakyat tidak habis pikir, jika ada oknum penguasa partai yang gila sanjung, gila hormat, gila puja-puji. Apakah karena landasan ideologi yang dicomot sana-sini-situ adalah serba janji, minimal yang pro-janji atau sebagai fungsi janji. Kemajuan peradaban politik dan ideologi Nusantara menyebabkan janji politik bisa diformulasikan, diilmiahkan secara sistamtis, hirarkis dan pedagogis. Bisa menjadi obat mujarab, manjur, cespleng, jitu untuk mengobatn sakit bangsa.

Jangan lupa, sebodoh-bodoh rakyat, tak mudah dilenakan dengan janji politik yang menggiurkan, yang bahkan menawarkan surga dunia sekalipun.  [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar