Halaman

Selasa, 05 Juli 2016

efek domino revolusi mental, citra jati diri individual vs jebakan/jeratan kebijakan partai



efek domino revolusi mental, citra jati diri individual vs jebakan/jeratan kebijakan partai

Di media televisi acap kita tonton pelaku, pemain, pekerja politik dalam pengertian pejabat elit partai yang merangkap sebagai wakil rakyat, tampil garang-garing. Entah tayangan langsung acara ke-DPR-an, sebagai bintang tamu acara dialog, diskusi, debat bedah kasus, atau mendadak terkena razia karena berada di tempat yang salah dengan waktu yang tidak tepat sesuai fungsinya. Atau sekedar jual tampang dengan mengeluarkan maklumat, pernyataan, tanggap kata agar dikira sedang memperjuangkan nasib rakyat pemilihnya.

Terkadang kita mengira bahwa kawanan parpolis yang sedang kontrak politik, boleh tampil bebas. Tak perlu mengekor gaya kekenes-kenesan sang pengharu-rasa yang ahli jual isak tangis saat pidato atau dengan tampang sangar namun dengan suara berhiba-hiba agar diduga peduli nasib bangsa dan negara. Tak salah mereka memang harus berkeringat, kalau perlu “berdarah-darah” saat baku mulut mempertahankan visi dan misi parpolnya. Minimal mempertahankan sasaran dan target partai di kancah nasional. Kalau perlu siap sapu bersih lawan politik dengan segala modus operandi. Kawan seiring, kalau tak mau sejalan, bisa dan wajib disikat habis di tempat.

Akankah dinamika dan radikalisme daya juang kawanan parpolis, tidak ada sanksi atau dampak negatifnya bagi kehidupan demokrasi perwakilan. Atau memang kehidupan di panggung, industri, syahwat politik seolah tidak ada kawan abadi, tidak ada lawan sampai mati, sehingga yang raja tega yang akan selamat, tetap eksis sampai final.

Apakah tingkah laku kawanan parpolis yang sedang praktik di trias politica, yudikatif-eksekutif-legislatif yang dikatakan berkinerja jika menjadi langganan berbayar awak media massa. Minimal ujarannya muncul di running text. Mencari sensasi, popularitas di atas bencana, dengan gerakan, ujaran penuh keprihatinan sekaligus menduduh pihak lawan bertindak lamban.

Agar tak jenuh, atau agar tak terkesan bedah kasus atau sengaja mencari penyakit, saya copas berita dari harian Republika di media daring :
PKS Fahri Hamzah Lakukan Pembohongan Publik
Selasa, 07 Juni 2016, 10:33 WIB
Red: Bilal Ramadhan
Republika/Agung Supriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kuasa Hukum PKS Zainuddin Paru menyatakan bahwa gugatan yang diajukan Fahri Hamzah (FH) kepada pimpinan PKS tidak konsisten. Dalam persidangan lanjutan, Kuasa Hukum FH tegas menyatakan gugatannya kepada institusi DPP PKS. Padahal sebelumnya, mantan wakil ketua DPR itu menggugat personal pimpinan PKS.

"Jadi setelah mendengarkan replik, semakin menegaskan bahwa tidak konsistennya penggugat saudara Fahri Hamzah terhadap gugatannya. Selama ini Fahri dalam gugatannya menggugat personal, tapi tadi dalam replik, teman-teman dengar sendiri menanggapi jawaban kami selaku tergugat, itu ditujukan kepada DPP PKS. Jadi apa yang disampaikan Fahri dan pengacaranya selama ini merupakan kebohongan pada publik, sekaligus kebohongan pada kader PKS dan simpatisan di seluruh Indonesia," ujar Zainuddin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seperti dalam rilis dari PKS, Senin (6/6).
Menurut Zainuddin, karena gugatan FH terkait pemecatan dirinya dari keanggotaan PKS ditujukan kepada institusi, maka seharusnya gugatan itu menyangkut Sengketa Partai Politik, bukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang bersifat perdata.

PKS, lanjut Zainuddin, yakin gugatan FH akan ditolak PN Jakarta Selatan bila Majelis Hakim bekerja secara profesional. "Objek hukum yang berbeda. Kalau sebut institusi bukan perbuatan melawan hukum melainkan sengketa parpol. Gugatannya salah, otomatis hakim harus tidak dapat menerima gugatan penggugat," tegasnya.

Zainuddin juga mempersoalkan tim kuasa hukum FH yang memperluas masalah dengan menarik-narik beberapa nama kader PKS lainnya, seperti Luthfi Hasan Ishaq dan Tifatul Sembiring. Menurut Zainuddin, hal tersebut merupakan masalah internal dan sudah melalui prosedur hukum yang ditetapkan partai.

"Nama-nama itu Fahri memang sukanya berteriak di luar, tapi tidak tahu mekanisme yang ada di organisasi. Itu menandakan Fahri tidak pernah mengikuti sistem proses PKS. Semua ada prosesnya. Semua orang yang disebutkan tadi sudah mengikuti proses yang berjalan. Diantara mereka ada yang nasibnya sama seperti saudara Fahri yang dipecat dari PKS, tapi kami tidak pernah akan menyebutkan mereka satu persatu," tegasnya.

Sedangkan apa yang dilakukan Fahri, lanjut Zainuddin, adalah pembangkangan terhadap proses keputusan syuro. "Apa boleh buat, terpaksa kemudian harus dibuka kepada publik. Dan yang buka bukan PKS melainkan saudara Fahri sendiri dengan sifat pembangkangannya itu," timpal Zainuddin.

- - - - - - -
Kata ki Dalang Nunggakata, semua watak karifan sampai keangkaraan yang tersedia di dunia wayang, tak mampu menggambarkan karakteristik para oknum orang partai yang duduk sebagai penyelenggara negara. Modal menang merk sehingga seolah aman dari penggusuran jabatan pembantu presiden, sampai dengan gerakan dan operasi senyap, sehingga ybs baru ketahuan status politiknya ketika wafat, terkena kasus atau permasalahan bangsa lainnya.

Sinden tak kalah genitnya menyajikan fakta bahwa kebijakan partai yang menjadi lagu wajib semua punggawanya, adalah selera ketua umum yang dibungkus dengan sebutan Hak Prerogatif. Sebuah kewenangan mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Ingat, bahasa politik berada di atas semua bahasa peradaban yang berlaku sah di seluruh jagat Nusantara. Ketua umum klas kambing partai kakinya bertanduk pun bisa mengalahkan anggota partai yang sarat gelar akademis.

Jadi, sesuai peribahasa bahwasanya “di kandang kambing mengembik, di kandang harimau mengaum” disesuaikan dengan kemajuan politik Nusantara menjadi “kalau mau mengembik maupun mengaum, ikuti pakem yang ada”. Dilarang berimprovisasi, apalagi mempunyai suara yang bisa menyalip suara ketua umum.

Jangan lupa, bahwa NKRI sebagai satu-satunya negara di PBB yang bahasa politiknya begitu digdaya, sakti mandraguna, manjur bin mujarab bak mantra politik, karena selama lima tahun mampu menentukan nasib perjalanan bangsa dan negara. Pasca periodenya, meninggalkan bom waktu politik, pekerjaan rumah bangsa, menambah deretan penghuni lapas, menambah tumpukan hutang luar negeri, memperpanjang daftar orang kaya atau golongan menengah-tengah serta kemungkinan lainnya.

Ingat semboyan “pejah gesang nderek parpol” [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar