efek domino revolusi
mental, citra jati diri individual vs jebakan/jeratan kebijakan partai
Di media televisi acap kita tonton pelaku, pemain, pekerja politik dalam
pengertian pejabat elit partai yang merangkap sebagai wakil rakyat, tampil
garang-garing. Entah tayangan langsung acara ke-DPR-an, sebagai bintang tamu
acara dialog, diskusi, debat bedah kasus, atau mendadak terkena razia karena
berada di tempat yang salah dengan waktu yang tidak tepat sesuai fungsinya. Atau
sekedar jual tampang dengan mengeluarkan maklumat, pernyataan, tanggap kata
agar dikira sedang memperjuangkan nasib rakyat pemilihnya.
Terkadang kita mengira bahwa kawanan parpolis yang sedang kontrak politik,
boleh tampil bebas. Tak perlu mengekor gaya kekenes-kenesan sang pengharu-rasa yang
ahli jual isak tangis saat pidato atau dengan tampang sangar namun dengan suara
berhiba-hiba agar diduga peduli nasib bangsa dan negara. Tak salah mereka
memang harus berkeringat, kalau perlu “berdarah-darah” saat baku mulut
mempertahankan visi dan misi parpolnya. Minimal mempertahankan sasaran dan
target partai di kancah nasional. Kalau perlu siap sapu bersih lawan politik
dengan segala modus operandi. Kawan seiring, kalau tak mau sejalan, bisa dan
wajib disikat habis di tempat.
Akankah dinamika dan radikalisme daya juang kawanan parpolis, tidak ada
sanksi atau dampak negatifnya bagi kehidupan demokrasi perwakilan. Atau memang
kehidupan di panggung, industri, syahwat politik seolah tidak ada kawan abadi,
tidak ada lawan sampai mati, sehingga yang raja tega yang akan selamat, tetap
eksis sampai final.
Apakah tingkah laku kawanan parpolis yang sedang praktik di trias politica,
yudikatif-eksekutif-legislatif yang dikatakan berkinerja jika menjadi langganan
berbayar awak media massa. Minimal ujarannya muncul di running text. Mencari sensasi, popularitas di atas bencana, dengan
gerakan, ujaran penuh keprihatinan sekaligus menduduh pihak lawan bertindak
lamban.
Agar tak jenuh, atau agar tak terkesan bedah kasus atau sengaja mencari
penyakit, saya copas berita dari harian Republika di media daring :
PKS Fahri
Hamzah Lakukan Pembohongan Publik
Selasa,
07 Juni 2016, 10:33 WIB
Red:
Bilal Ramadhan
Republika/Agung
Supriyanto
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Tim Kuasa Hukum PKS Zainuddin Paru menyatakan bahwa gugatan yang
diajukan Fahri Hamzah (FH) kepada pimpinan PKS tidak konsisten. Dalam
persidangan lanjutan, Kuasa Hukum FH tegas menyatakan gugatannya kepada
institusi DPP PKS. Padahal sebelumnya, mantan wakil ketua DPR itu menggugat
personal pimpinan PKS.
"Jadi
setelah mendengarkan replik, semakin menegaskan bahwa tidak konsistennya
penggugat saudara Fahri Hamzah terhadap gugatannya. Selama ini Fahri dalam
gugatannya menggugat personal, tapi tadi dalam replik, teman-teman dengar
sendiri menanggapi jawaban kami selaku tergugat, itu ditujukan kepada DPP PKS.
Jadi apa yang disampaikan Fahri dan pengacaranya selama ini merupakan
kebohongan pada publik, sekaligus kebohongan pada kader PKS dan simpatisan di
seluruh Indonesia," ujar Zainuddin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
seperti dalam rilis dari PKS, Senin (6/6).
Menurut
Zainuddin, karena gugatan FH terkait pemecatan dirinya dari keanggotaan PKS
ditujukan kepada institusi, maka seharusnya gugatan itu menyangkut Sengketa
Partai Politik, bukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang bersifat perdata.
PKS,
lanjut Zainuddin, yakin gugatan FH akan ditolak PN Jakarta Selatan bila Majelis
Hakim bekerja secara profesional. "Objek hukum yang berbeda. Kalau sebut
institusi bukan perbuatan melawan hukum melainkan sengketa parpol. Gugatannya
salah, otomatis hakim harus tidak dapat menerima gugatan penggugat,"
tegasnya.
Zainuddin
juga mempersoalkan tim kuasa hukum FH yang memperluas masalah dengan
menarik-narik beberapa nama kader PKS lainnya, seperti Luthfi Hasan Ishaq dan Tifatul
Sembiring. Menurut Zainuddin, hal tersebut merupakan masalah internal dan sudah
melalui prosedur hukum yang ditetapkan partai.
"Nama-nama
itu Fahri memang sukanya berteriak di luar, tapi tidak tahu mekanisme yang ada
di organisasi. Itu menandakan Fahri tidak pernah mengikuti sistem proses PKS.
Semua ada prosesnya. Semua orang yang disebutkan tadi sudah mengikuti proses
yang berjalan. Diantara mereka ada yang nasibnya sama seperti saudara Fahri
yang dipecat dari PKS, tapi kami tidak pernah akan menyebutkan mereka satu
persatu," tegasnya.
Sedangkan
apa yang dilakukan Fahri, lanjut Zainuddin, adalah pembangkangan terhadap
proses keputusan syuro. "Apa boleh buat, terpaksa kemudian harus dibuka
kepada publik. Dan yang buka bukan PKS melainkan saudara Fahri sendiri dengan
sifat pembangkangannya itu," timpal Zainuddin.
- - - - - - -
Kata ki Dalang Nunggakata, semua watak karifan sampai keangkaraan yang
tersedia di dunia wayang, tak mampu menggambarkan karakteristik para oknum
orang partai yang duduk sebagai penyelenggara negara. Modal menang merk
sehingga seolah aman dari penggusuran jabatan pembantu presiden, sampai dengan
gerakan dan operasi senyap, sehingga ybs baru ketahuan status politiknya ketika
wafat, terkena kasus atau permasalahan bangsa lainnya.
Sinden tak kalah genitnya menyajikan fakta bahwa kebijakan partai yang
menjadi lagu wajib semua punggawanya, adalah selera ketua umum yang dibungkus
dengan sebutan Hak Prerogatif. Sebuah kewenangan mutlak yang tidak dapat
diganggu gugat. Ingat, bahasa politik berada di atas semua bahasa peradaban
yang berlaku sah di seluruh jagat Nusantara. Ketua umum klas kambing partai kakinya
bertanduk pun bisa mengalahkan anggota partai yang sarat gelar akademis.
Jadi, sesuai peribahasa bahwasanya “di kandang kambing mengembik, di
kandang harimau mengaum” disesuaikan dengan kemajuan politik Nusantara menjadi “kalau
mau mengembik maupun mengaum, ikuti pakem yang ada”. Dilarang berimprovisasi,
apalagi mempunyai suara yang bisa menyalip suara ketua umum.
Jangan lupa, bahwa NKRI sebagai satu-satunya negara di PBB yang bahasa
politiknya begitu digdaya, sakti mandraguna, manjur bin mujarab bak mantra
politik, karena selama lima tahun mampu menentukan nasib perjalanan bangsa dan
negara. Pasca periodenya, meninggalkan bom waktu politik, pekerjaan rumah bangsa,
menambah deretan penghuni lapas, menambah tumpukan hutang luar negeri, memperpanjang
daftar orang kaya atau golongan menengah-tengah serta kemungkinan lainnya.
Ingat semboyan “pejah gesang nderek
parpol” [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar