diléma DKI Jakarta, miskin susun vs kaya tingkat
Jakarta sebagai ibukota negara sarat dengan daya tarik,
khususnya daya tarik politik dan daya tarik ekonomi. Status sosial, strata
ekonomi, kasta politik menjadi faktor pembeda penduduk Jakarta atau masyarakat
penghuninya.
Masyarakat miskin tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan,
mata pencaharian, penghasilan, tetapi juga klasifikasi tempat tinggalnya. Mereka
menghuni rumah liar, kampung kumuh, perumahan kumuh, bantaran sungai, rel
kereta api, kolong jembatan layang serta mendayagunakan lahan tak bertuan.
Maraknya masyarakat miskin sebagai efek domino dari
kebijakan pemprov DKI Jakarta yang mengutamakan
serta memberi peluang dan tempat bagi kelompok masyarakat menengah-atas. Muncul
kawasan eksklusif, kawasan khusus, apartemen mewah, kawasan reklamasi.
Kepedulian pemprov DKI Jakarta terhadap masyarakat miskin, khususnya
korban gusuran, korban bencana alam dan kebakaran, korban pembebasan tanah
untuk kepentingan umum, mereka ditampung di rumah susun.
Lengkap sudahlah citra DKI Jakarta, ada yang bertempat
tinggal di istana negara (presiden) sampai ada yang hidup 24 jam di gerobag. Ada
pihak yang bingung “membuang” uang, ada pihak yang bingung mendulang rupiah
demi rupiah. Kuburan pun ada yang berlapis
sampai ada yang bak taman surga.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar