dikotomi
manajemen waktu, urusan dunia vs urusan akhirat
Jangan cepat ambil kesimpulan, karena antara urusan dunia dan urusan
akhirat, bukan sebagai pilihan, yaitu mana yang lebih diutamakan. Kaca mata manusia
melihat rangkaian urusan dunia dengan urusan akhirat bak lingkaran setan. Urusan
akhirat ditempatkan nanti jika ada waktu luang. Tinjauan dari lberbagai aspek,
kita sudah mahfum luar dalam bahwasanya utamakan urusan akhirat.
Adakah dampak, efek, ekses dari “menyeimbangkan” urusan dunia dengan urusan
akihrat. Kita kaji peristiwa perang Uhud di zaman Rasulullah. Allah menurunkan wahyu kepada Rasullulah ikhwal
sebab-sebab
kekalahan umat Islam dalam perang Uhud, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an,
bagian dari ayat Al-Qur’an [QS Ali ‘Imran (3) : 152] :
“Di antaramu ada orang yang
menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” Katakan, cuplikan ayat ini sebagai pengingat, walau
pelakunya secara individu, namun bisa berdampak pada komunitas. Kita bisa
mengacu untuk urusan yang sifat pribadi sekalipun, tetap mengacu pada ayat ini.
Urusan akhirat apa yang kita utamakan pelaksanaannya. Tidak munafik, untuk
apa kita hidup di dunia ini. Apa yang kita inginkan, angankan atau cita-citakan
sepanjang masa. Yang tidak kalah penting, menghadapi kehidupan dunia yang
memang tidak ramah, bagaimana kita bersikap dan memposisikan diri. Mau jadi
pecundang. Mau jadi pahlawan kesiangan. Puas sebagai penggembira, relawan atau
pelengkap penderita. Atau ikut arus tetapi tidak terbawa arus. Komplitnya Al-Qur’an
dan Sunah Rasul, antara lain dengan penjelasan mendasar di Al-Qur’an [QS Al ‘Ankabuut (29) : 45] :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Mencegah perbuatan keji dan mungkar, bermakna dua arah, dua sisi. Kita tidak
melakukannya serta kita mampu mengingatkan orang lain agar jangan melakukannya.
Memang untuk agar bisa berbuat banyak menegakkan dan membela agama Allah, jangan setengah-setengah. Umat Islam harus kuat, cerdas,
kaya dan konsisten dalam ukhuwah. Waktu kita di dunia untuk memanfaatkan waktu
singgah yang tak ada apa-apanya dibandingkan waktu di akhirat.
Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali
akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia
akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia
akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah
Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki
amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat
wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Terkait waktu
sholat lima waktu, kita acap mendengar keutamaan sholat pada waktunya dan
maupun sholat fardhu di awal waktu. Sholat di awal waktu, kita bergegas
memenuhi panggilan-Nya. Tentunya tanpa pamrih agar nanti Allah juga lebh
bergegas mendatangi kita, ketika kita berdoa, membutuhkan kehadiran-Nya di hati
kita.
Bagaimana caranya memainkan waktu agar kita tidak menjadi hamba-Nya yang
merugi. In sya Allah, mulai dari menelaah kandungan Al-Qur’an [QS An Najm (53) : 39] :
“Dan dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” Minimal terbukti bahwa manusia wajib berproses dengan waktu. Wajib
berikhtiar untuk berbagai urusan dan hasilnya serahkan kepada Allah. Raihan
yang kita inginkan masuk hak prerogatif Allah. Ibarat menanam, usahakan yang
panen bukan diri kita saja.
Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa
tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Ikhwal ini bisa juga terjadi
pada individu penduduknya. Lanjut dengan menyimak cuplikan sebagian dari Al-Qur’an [QS Ar Ra’d (13) : 11] :
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Dimaksudkan bahwa Allah tidak akan merobah keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka. Akankah grafik kehidupan
kita sesuai dengan pertambahan usia. Artinya daya juang kita untuk mengelola
berbagai urusan, tergerus oleh proses penuaan atau kemunduran usia.
Hidup kita mengalami proses yang kesemua urusan di dunia hanya untuk
mencari bekal menuju kampung akhirat. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar