membaca gerak hati Polri memberantas korupsi
Konon, jika anak
kemarin sore di jalanan sampai yang berseragam PAUD ditanya apa yang anda
ketahui tentang polisi berantas pungli (pungutan liar), jawabannya nyaris
tipikal :"MANA MUNGKIN”. Namanya saja anak kemarin sore, anak masih bau
kencur. Jangan bayangkan kalau yang dijajag pendapat sasarannya adalah sopir
angkot, sopir bis kota atau angkutan umum lainnya, jangan-jangan malah menjawab
secara emosional disertai cerita pengalaman pribadi.
Kadar pengedusan
ditingkatkan, tentang tindak nyata Polri berantas korupsi. Siapa dulu sampel
jajag pedapatnya.
Bahasa tubuh, gerak hati, gejala
kejiwaan, panggilan tugas nurani, semangat angkatan, jiwa korps yang menjadikan
Polri sebagai institusi yang masuk bilangan dan langganan Indkes Persepsi
Korupsi. Itupun yang terendus awak media massa, yang mungkin hanya sekedar
menyenangkan publik. Sekedar membuat wakil rakyat merasa mendapat beban untuk
pro-rakyat soal korek-mengkorek tindak pidana korupsi.
Reputasi Polri
seiring resmi dan maraknya korupsi secara internal, sejarah pun sulit
mencatatnya. Polri yang bersentuhan langsung dengan rakyat, penduduk, warga
negara, masyarakat atau sebutan lainnya, di satu sisi yang disebut pengayom masyarakat. Janga lupa sisi lainnya, Polri
juga sebagai pengayem pihak-pihak yang
berbagai kepentingannya tidak mau dipermasalahkan, disinggung-singgung secara
yuridis formal, apalagi dikritisi oleh lawan politik.
Jabatan Kapolri yang
dianggap jabatan strategis berantas korupsi, sebagai bagian aparat penegak
hukum, jika dijabat dalam waktu yang tidak strategis terkait masa pensiun,
bukannya tanpa sebab-akibat. Memang Polri tidak mempunyai mazhab aliran ideologi
atau politik tertentu. Tetapi tidak bisa melepaskan diri dari intervensi partai
politik penguasa. Inilah yang menjadi ruang gerak Polri sejak dini mudah
terdeteksi soal pasal cegah tangkal tindak pidana korupsi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar