antara Satria Piningit dan anak Betara Guru
Nasib yang dirasakan kaum pekerja/buruh
terkait Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang secara yuridis formal
diartikan sebagai standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat
hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Masalah timbul jika
sang pekerja/buruh sudah berkeluarga. Demi jumlah Rp yang mereka terima, apakah
sesuai UMR atau tidak, mereka secara terorganisir turun ke jalan menuntut
penyesuaian upah. Diperparah nasibnya, akibat perilaku pimpinan perusahaan atas
jam kerja pekerja/buruh serta perlakuan berbasis kemanusiaan.
Bagi negara maju atau
negara industri, mereka menempatkan pabriknya di negeri orang yang upah
buruhnya dapat diminimalisir. Indonesia selalu siap menerima kedatangan
investor sekaligus menyambut dengan tangan terbuka serbuan tenaga kerja asing. Pokoknya,
Indonesia secara konstitusional mengundang penjajah asing.
Negara tertentu, yang
populasi penduduknya miliaranan. jiwa, punya modus operandi untuk
mendayagunakan tahanan sebagai pekerja/buruh tanpa upah. Sehingga produk barang
mereka tak tersaingi di pasar internasional dan merambah utawa menjajah selera
konsumerisme bangsa yang sedang berkembang di landasan.
Singkat kata, kawanan
parpolis Nusantara bermental tidak jauh beda dengan mental pekerja/buruh.
Industri, panggung, syahwat politik menjadikan pekerja, pemain, pelaku politik
hanya memikirkan agar asap dapur keluarga tetap mengepul. Soal asap dapur
negara kembang-kempis, mangkrak, jalan di tempat, bukan urusan dan pekerjaan
mereka.
Hanya satu pembeda,
nasib yang dipikirkan kawanan parpolis Nusantara adalah turunnya satria
piningit. Kedatangan satria peningit diharapkan agar pekerjaan mereka semakin
bertambah, meningkat dan apapun yang dilakukan sah secara konstitusional. Tidak
dapat diobok-obok oleh KPK.
Negara industri, sudah
lama merekayasa fakta bahwa Betara Guru atau sang maha dewa, beranak. Mereka mengacu
pada kisah Mahabharata dan Ramayana. Akal mereka memang jauh lebih maju dari
peradaban. Mereka mempunyai agama tersendiri dan mempercayai kekuatan akal
saja. Mereka tidak bisa melihat adanya agama langit. Terlebih agama langit yang
mengesakan Allah.
Jadi, sebenarnya apa
yang ditunggu manusia? [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar