Halaman

Minggu, 31 Juli 2016

antara Satria Piningit dan anak Betara Guru



antara Satria Piningit dan anak Betara Guru

Nasib yang dirasakan kaum pekerja/buruh terkait Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang secara yuridis formal diartikan sebagai standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Masalah timbul jika sang pekerja/buruh sudah berkeluarga. Demi jumlah Rp yang mereka terima, apakah sesuai UMR atau tidak, mereka secara terorganisir turun ke jalan menuntut penyesuaian upah. Diperparah nasibnya, akibat perilaku pimpinan perusahaan atas jam kerja pekerja/buruh serta perlakuan berbasis kemanusiaan.

Bagi negara maju atau negara industri, mereka menempatkan pabriknya di negeri orang yang upah buruhnya dapat diminimalisir. Indonesia selalu siap menerima kedatangan investor sekaligus menyambut dengan tangan terbuka serbuan tenaga kerja asing. Pokoknya, Indonesia secara konstitusional mengundang penjajah asing.

Negara tertentu, yang populasi penduduknya miliaranan. jiwa, punya modus operandi untuk mendayagunakan tahanan sebagai pekerja/buruh tanpa upah. Sehingga produk barang mereka tak tersaingi di pasar internasional dan merambah utawa menjajah selera konsumerisme bangsa yang sedang berkembang di landasan.

Singkat kata, kawanan parpolis Nusantara bermental tidak jauh beda dengan mental pekerja/buruh. Industri, panggung, syahwat politik menjadikan pekerja, pemain, pelaku politik hanya memikirkan agar asap dapur keluarga tetap mengepul. Soal asap dapur negara kembang-kempis, mangkrak, jalan di tempat, bukan urusan dan pekerjaan mereka.

Hanya satu pembeda, nasib yang dipikirkan kawanan parpolis Nusantara adalah turunnya satria piningit. Kedatangan satria peningit diharapkan agar pekerjaan mereka semakin bertambah, meningkat dan apapun yang dilakukan sah secara konstitusional. Tidak dapat diobok-obok oleh KPK.

Negara industri, sudah lama merekayasa fakta bahwa Betara Guru atau sang maha dewa, beranak. Mereka mengacu pada kisah Mahabharata dan Ramayana. Akal mereka memang jauh lebih maju dari peradaban. Mereka mempunyai agama tersendiri dan mempercayai kekuatan akal saja. Mereka tidak bisa melihat adanya agama langit. Terlebih agama langit yang mengesakan Allah.

Jadi, sebenarnya apa yang ditunggu manusia? [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar