Halaman

Senin, 11 Juli 2016

pantang menyerah sebelum berserah diri



pantang menyerah sebelum berserah diri

Jika kuberangkat ke masjid, niat subuh berjamaah, sering kutemui pemulung lebih dahulu beraktivitas. Malam harinya, bak sampah warga di kompleks sudah diacak-acak anjing, kucing, tikus untuk diambil makanan sisa manuia. Barang buangan ternyata di tangan pemulung bisa jadi rezeki. Kata pak satpam RT, pemulung bisa datang dari “jauh”.

Sebetulnya terjadi kesalahan persepsi makna hidup sehat dan cinta lingkungan, karena sampah organis tidak dimasukan ke lubang sampah. Maklum, halaman rumah yang tersisa ditutup dengan pengerasan, agar tidak becek jika hujan. Padahal, tanah persil diharapkan sebagai penampung, penadah langsung air hujan. Tanah pekarangan bisa direkayasa menjadi multimanfaat, multiguna. Ironisnya, kadar kepedulian lingkungan terbukti saat got depan rumah mampet. Bukannya dengan sadar bersihkan got, malah diskusi menyalahkan pemerintah yang membuat got.

Kembali ke judul, jangan berpikir jauh kapan pemulung yang keluar sebelum subuh untuk menegakkan sholat subuh. Hidup ini masing-masing hamba Allah mempunyai peran dan peranan yang terkadang tidak bisa saling megganggu-gugat. Selain pemulung, tak sengaja liwat rumah yang di dapurnya sudah terdengar suara kesibukkan, atau ada yang sedang menyirami halaman rumah, atau menyapu jalan depan rumahnya. Tak sedikit anak sekolah yang berangkat masih belum terang tanah.

Sebelum fajar berkibar, sebelum burung berkicau, banyak anak manusia sudah mulai bangun dengan berbagai motivasi. Disinilah letak seni hidup. Ada yang mengawali hidup hari ini dengan berserah diri, niat terjun ke jalan, ke masyarakat menjemput rezeki-Nya. Sisanya, terbiasa dengan kegiatan rutin, tipikal, otomatis dari pagi hari hingga pagi hari berikutnya. Atau memang itulah hidup, kita terbelenggu dengan kebiasaan yang serba otomatis, tidak perlu pikir panjang.  Yang menjadi patokan atau terminal kehidupan ketika jelang akhir pekan. Yang mengakibatkan daya pikir berpacu ketika jelang tanggal tua. Yang menjadi pengingat diri ketika ada anggota keluarga yang sakit. Atau ketika kita sakit, betapa berharganya pemanfaatan waktu yang tidak sekedar urus urusan dunia saja. Yang “di atas” harus kita ingat dan kita urus. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar