Halaman

Sabtu, 02 Juli 2016

bersyukur, masih ada hamba Allah mengutamakan diri sebagai muzakki



bersyukur, masih ada hamba Allah mengutamakan diri sebagai muzakki

Ada bijaknya kita putar ulang memori kita tentang apa itu muzakki. Sebagai negara hukum, pelaksanaan ajaran agama Islam tak bisa lepas dari dukungan hukum postif negara. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat (Pasal 1  ayat 3 , UU 38 1999 tentang PENGELOLAAN ZAKAT).

Usai buka puasa Ramadhan 1437H hari ke-28, lepas versi Pemerintah atau pihak tertentu, saya niat ke masjid berangkat kebuh awal. Bayar zakat fitrah untuk anak dan isteri. Sesampai di masjid, sedang ada dua pemuda bayar zakat. Antri berdiri seorang bapak dengan anak gadisnya usai SD.

Ironis, dua pemuda usai bayar zakat, yang satu jabat tangan dengan petugas sambil didikte baca doa dan niat dalam hati, langsung pulang. Mungkin ada keperluan lain yang lebih penting dan mendesak. Kasarannya, bukan jamaah masjid. Lebih ironis, sang bapak bayar zakat untuk 4 (empat) jiwa plua bayar infaq. Anak perempuannya berbusana baju tidur atau piyama. Di dalam masjid, shaf belakang untuk kaum hawa, tampak anak perempuan sebaya anak tadi, liwat jendela kaca mengintip keluar. Mungkin teman sang anak yang sedang temani bapaknya bayar zakat. Usai ikuti doa petugas zakat dan niat dalam hati bayar zakat, langsung pulang naik motor.

Usai sholat isya’, DKM mengumumkan bahwa Mustahiq (adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat, Psl 1 ayat 4, UU 38/1999) ada 400 orang. Akan dibagikan ahad 4 Juli 2016. Panitia Ramadhan yakin bahwa zakat fitrah berupa uang dan beras, seperti tahun sebleumnya, bisa terbagi habis.

Kita bersyukur, masih ada umat Islam menyempatkan waktunya untuk datang ke masjid khusus membayar zakat. Bentuk toleransi sosial bagi sesame umat agar bisa berhari raya Idul Fitri. Wallahu a’lam bisshawab.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar