@hak cipta korupsi, mutlak milik . . . . .
Tidak perlu diperdebatkan, dipergunjingkan apalagi digosipkan.
Tarikan akal untuk melakukan korupsi sama kuat, sama banyak, seimbang dengan
dorongan akal untuk tidak melakukan korupsi. Apakah daya dorong logika kaum
hawa yang terlibat prostitusi karena alasan kebutuhan perut sama dengan daya
dorong nalar artis yang pasang tarif dalam bisnis sex dengan dalih keinginan
bawah perut. Apakah copet yang menggunakan kelengahan orang berhak merogoh
kantong saku orang lain.
Apakah calon koruptor dengan dalih kebijakan partai,
akibat mementingkan kelompoknya, atau memanfaatkan kelengahan “sang pengawas”
sehingga mengeduk uang negara dari tangan kekuasaannya sendiri.
Apakah calon koruptor terinspirasi dari pendahulunya
untuk berkorupsi secara baik, benar dan bijak. Secara sadar menggunakan simpanan
akalnya sampai tuntas dengan memperhitungkan segala cara, berbagai alternatif
dengan risiko, dampak sekecil-kecilnya.
Apakah calon koruptor sedemikian miskinnya sehingga tanpa
pikir panjang melakukan tindak pidana korupsi. Lihat sang pencopet, mereka
punya ilmu copet, bukan sekedar coba-coba, iseng atau sebagai pengisi waktu. Copet
ada yang terorganisir atau ada yang beroperasi mandiri tanpa memandang tempat
dan waktu. Mereka punya spesialisasi dalm hal copet-mencopet. Mungkin ada kode
etiknya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar