RAKYAT, tidak kenal rasa sesal dan rasa khianat
Namanya rakyat Bung, pasca pesta
demokrasi, khususnya pilpres, tidak akan berhura-hura merayakan kemenangan
jagonya. Sekaligus tidak mengutuk keadaan jika jago pilihannya keok. Bahkan,
usai balik dari TPS menggunakan hak pilihnya, berlaku seperti biasanya. Kalau
berharap, hanya berharap hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Asap dapur
keluarga tetap mengepul. Anak-anak masih bisa lanjut mendapat pendidikan. Harga
sembako tidak ikut kebijakan pemerintah baru.
Khatib sholat jumat mengingatkan
agar tetap menjaga semangat ukuwah, persatuan dan kesatuan bangsa, tanah air
dan negara. Berdoa bersama bagi keselamatan bangsa, negara dan rakyat
Indonesia, siapapun yang sedang memerintah. Utamakan kepentingan bersama dalam
kehidupan sehari-hari, tanpa mempersoalkan asal-usul SARA.
Rakyat yang tanpa pendidikan politik
formal, atau mengikuti kaderisasi parpol secara sisitematis, bukannya buta
politik. Akal, logika, nalar sederhana mereka bisa tahu mana emas mana loyang. Tanpa
ilmu politik, tanpa ikut kursus ahli politik, mereka tetap sadar dan cerdas
berpolitik. Andai wakil rakyat, terlebih presiden bukan pilihannya, mereka
tetap bekerja dan tetap mendukung pemerintah tanpa berharap imbalan. Mereka
tidak peduli berapa nilai tukar Rp terhadap mata uang asing.
Rakyat tidak ambil pusing dengan
rumusan revolusi mental. Karena mental rakyat bukanlah mental penjilat, bukan
pula mental penghujat. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar