potensi keluarga dan cadangan
pangan rumah tangga
Tidak ada kaitannya mengapa menteri perdagangan di kabinet revolusi mental
Jokowi-JK 2014-2019 baru dua kali mengalami pergantian dengan tata niaga
perdagangan. Rakyat hanya menduga dalam hati, jangan-jangan jabatan mendag
incaran parpol pendukung loyal pemerintah. Pihak lain membuktikan bahwa kader
parpol hanya pantas sebagai pemantas demokrasi Nusantara.
Andai ketersediaan pangan dan keterkendalian pangan di pasar tradisonal
menjadi penentu citra pemerintah, bukan masalah. Kalau produk pangan asing
memadati pasar, took pro-rakyat pertanda ada apa dengan kebijakan pemerintah
yang entah pro siapa. Mungkin, tak perlu dibuktikan bahwa penguasa negara
adalah pelaku ekonomi yang mampu mengendalikan jalannya politik dalam negeri
bahkan politik luar negeri Indonesia.
Kembali ke UU 18/2012 tentang PANGAN. Pasal 1 ayat 13 yang berbunyi :
“Cadangan Pangan Masyarakat adalah
persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di tingkat
pedagang, komunitas, dan rumah tangga.”
Menarik, karena sedekat ini kita tidak tahu bagaimana praktiknya. Apakah hanya
terlaksana di desa atau lokasi hunian yang akrab dan ramah dengan lingkungan
hidup.
Bukan itu maksudnya, karena pasal 1 ayat 28 sudah menjawab dengan terang
benderang, disebutkan :
“Masalah Pangan adalah keadaan
kekurangan, kelebihan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga
dalam memenuhi kebutuhan Pangan dan Keamanan Pangan.”
Semakin bingung, menyangkut pangan sebagai subyek, masuk ranahnya K/L mana.
Kementerian pertanian, mungkin dan memang mungkin. Jangan mikir apa itu ‘kebutuhan
pangan’ dan ‘keamanan pangan’.
Kalau menggerakkan masyarakat, mulai dari tingkat komunitas dalam bentuk
atau skala RT (Rukun Tetangga), harus ada aturan main dari Menteri Dalam
Negeri.
Hasilnya? Seperti yang kita rasakan sekarang ini. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar