tega tidak tega, demi masa depan anak
Tradisi
Lingkungan
Akhirnya tetangga terbiasa
melihat anak sulung kami yang saat itu masih balita, pergi ke warung sendiri.
Pulang terengah-engah menenteng jirigen isi 5 lt minyak tanah atau bawa
belanjaan lainnya. Tetangga pun sempat heran, kenapa semua anak saya sekolah TK
dan SD sampai keluar kota. Walau pulangnya pakai antar jemput sekolah. Kebanyakan
orang tua memasukkan anaknya ke TK dan SD di komplek perumahan, dijangkau
dengan jalan kaki dan banyak teman seperjalanan.
Memang dalam hati kecil miris
juga, terutama melihat ketiga anak kami yang semua perempuan, nomor dua dan
tiga kembar, pulang dari SD ambil kunci rumah di tetangga. Pramuwisma balik kampung
mau menikah. Sesampainya di rumah, anak sudah tahu apa yang harus dikerjakan. Soal
asupan gizi dan nutrisi kami siapkan dan utamakan. Mereka sudah akrab dengan
kegiatan dapur.
Masih ada tetangga yang bertanya,
rumah kami sepi dari anak. TK, SD dan SMP anak kami di pondok pesantren di
bilangan Jakarta Selatan. SMP-nya menginap, karena mendapat pendidikan formal
di pagi dan siang, sore mulai pendidikan agama dan kegiatan lainnya. Risiko jika
anak kami dengan tetangga maupun lingkungan dianggap kurang gaul. Kurang
berinteraksi dengan kegiatan lingkup RT. Namun dikenal sebagai murid TPA masjid
kompleks., serta ikut les bahasa Inggris.
DIANTARA
KONOTASI
Tiap orang tua, keluarga
mempunyai resep dalam mendidik anaknya. Kita bisa mengacu kepada tetangga yang
lebi tua. Untuk mengambil hikmahnya. Kembali ke fitrah anak, secara ringkas
posisi dan kedudukan anak di dalam Al-Qur’an bisa berkonotasi negatif maupun berkonotasi
positif.
Cendrung berkonotasi negatif alias menjadi ancaman bagi kedua orang tua, karena
ada pemahaman yang dapat kita simak melalui dua ayat berikut ini :
Pertama, mengacu terjemahan [QS At Taubah (9) : 55] : “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan
melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”
Kedua, mengacu terjemahan [QS Al Anfaal (8) : 28] : “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Konotasi negatif yang
lebih ekstrim Allah berfirman, sesuai terjemahan [QS At Taqhaabun (64) : 14] : “Hai orang-orang mukmin,
sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu[1479] maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan
jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[1479]. Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak
dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak dibenarkan agama.
Bermakna konotasi positif sesuai yang tersurat maupun tersirat melalui dua
ayat berikut ini :
Pertama, mengacu terjemahan [QS Al Kahfi (18) : 46] : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Kedua, mengacu terjemahan [QS Al Furqaan (25) : 74] : “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
SIMPUL DAN
SARAN
Jujur, banyak kejadian nyata yang dapat kita saksikan di
lingkungan tempat tinggal atau kita dengar baca dari tayangan media masa,
dari kejadian berbasis dua konotasi di atas.
Kita coba simak rencana penerapan sistem belajar full day school atau FDS oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, wajar jika ditanggapi pro dan kontra oleh
berbagai pihak. Bukan sekedar jam pelajaran masuk pukul 07:00 pulang pukul
17:00 bagi anak didik SD dan SMP, maupun ramuan perbandingan jitu antara
pendidikan karakter dengan pengetahuan umum, tetapi wajib kita renungi dan kita
simak dampak, efek, imbasnya serta kemanfaatannya.
Periode perjuangan hidup dan perjalanan waktu kita sebagai orang tua, sangat berbeda dengan masa kehidupan putra-putri
kita nantinya, kelak dikemudian hari. Sehingga dalam konteks mengajar,
mendidik, melatih anak tentunya mengikuti kondisi dan perubahan dinamika
kehidupan. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw, yang artinya : “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya,
karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka
diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”
Menyiapkan ilmu anak dengan gaya orang tuanya atau sesuai zaman
sekarang, pada hakikatnya adalah menyiapkan anak agar bisa eksis, bermanfaat,
bermartabat di zamannya nanti. Kita menyiapkan masa depan anak, dengan harga
sekarang. Lebih mulia anak berkeringat, mandi keringat, memeras otak saat
menuntut ilmu, menimba ilmu, mengasah keahlian dan keterampilan daripada nanti
berkeringat, modal dengkul dan nafas, peras tenaga karena tidak punya ilmu, keahlian,
keterampilan. Warisan terbaik orang tua ke anaknya adalah nama baik dan ilmu. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar