Halaman

Kamis, 18 Agustus 2016

menteri ESDM 20 hari, salah usul vs usul salah



menteri ESDM 20 hari, salah usul vs usul salah

Kebijakan presiden Joko Widodo untuk melakukan bongkar pasang para pembantunya di kabinet, merupakan hak prerogatif. Karena kedudukan menteri, bisa berdampak politik yang tidak enteng, tentu penetapannya sudah melalui seleksi, sensor, sortir yang ketat. Tim pencari fakta, tim pengendus dan pelacak rekam jejak calon menteri tidak bekerja setengah hati.

 Final penetapan ada di tangan pasangan presiden dan wakil presiden. Karena demokrasi Indonesia berbasis politik transaksional, politik balas jasa vs politik balas dendam, serta tak lepas dari skenario konspirasi global, tak diragukan arus masuk informasi cikal bakal menteri bersifat mendikte. Akhirnya, Joko Widodo hanya tinggal terima matangnya.

Posisi dan nilai tawar Joko Widodo pada percaturan politik Nusantra hanya sebatas sebagai petugas partai, bukan ketua umum apalagi pendiri partai politik, maka tak diragukan lagi selalu menghadapi keputusan dilematis. Wajar jika presiden, bukan sebagai pribadi, terkadang melakukan kesalahan politik. Akumulasi kesalahan politik presiden tidak masuk kategori tindakan “perbuatan tercela” menurut Pasal 7A, perubahan keempat UUD RI Tahun 1945. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar