Antara Fakta Dan Fantasi Bahaya Merokok
Niatan pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan memasukkan materi ajar bahaya rokok ke dalam proses belajar di
sekolah, yang mungkin masuk dalam pendidikan karakter, semakin meneguhkan
betapa janji politik, bumbu pemanis, angin surga sudah merasuki modus operandi
peduli masa depan anak.
Di satu sisi pemerintah membiarkan tumbuh suburnya industri
rokok, di sisi lain sekaligus menawarkan obat anti racun rokok. Ibarat memperbanyak
lembaga pemasyarakatan membina perpidana korupsi, di pihak lain memberi
peluang, celah, kesempatan emas, keleluasaan agar praktik korupsi tetap lancar,
bahkan menjadi lagu wajib para penyelenggara negara. Dampak negara multipartai apapun
bisa terjadi. Bahaya rokok dikurikulumkan, menampakkan posisi lemah pemerintah.
Posisi tawar pemerintah dengan seperangkat kebijakannya, hanya untuk mengalihkan
perhatian masyarakat dari masalah esensial berbangsa dan bernegara. Pemerintah
mengaduk-aduk opini, emosi dan enerji rakyat dengan berwacana. Pemerintah yang
didominasi orang partai politik sedang membuktikan diri bahwa mereka sedang bekerja.
Seolah pro-rakyat.
Pemeritah tidak menimbang antara manfaat dan
mudharat rokok. Mata rantai antara petani rokok sampai perokok, menjadikan
pemerintah menghadapi masalah dilematis. Posisi pemerintah yang selalu kalah
menghadapi pelaku ekonomi berbaju pengusaha rokok, menjadikan “penerima manfaat
rokok’ menjadi korban terselubung. Daya rusak rokok dimulai dari batang per
batang. Harga jual eceran per batang terjangkau oleh masyarakat miskin sekalipun,
apalagi anak. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar