kesenjangan pancasila di
negara multi partai
KOCAP KACARITA
Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Pemilihan Kepala Daerah
Tahun 2017, Senin (29/8/2016), di Hotel Aryaduta, Jakarta.
IKP 2017 ini
adalah salah satu produk hasil penelitian Bawaslu RI terhadap penyelenggaraan
pemilihan umum (Pemilu), baik Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden maupun
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
IKP 2017
merupakan upaya dari Bawaslu RI untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini
terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan dalam menghadapi
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2017
Bawaslu menyusun IKP di 101 daerah yang menyelenggarakan
Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2017, yang terdiri dari 7 provinsi dan
94 kabupaten/kota. IKP 2017 ini mengukur 3 (tiga) aspek utama yang saling
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Yaitu aspek penyelenggaraan, aspek kontestasi, dan aspek partisipasi. Dari ketiga aspek tersebut,
dirumuskan menjadi 10 variabel dan 31 indikator. Hasil pengukuran dari
masing-masing aspek, variabel, dan indikator 101 daerah tersebut yang kemudian
disusun menjadi IKP 2017.
Pengukuran untuk menghasilkan skor akhir IKP menggunakan Analytical
Hierarchy Process (AHP). Metode ini bekerja dengan cara membandingkan
secara berpasangan (pairwise comparison) setiap wilayah (Provinsi atau
Kabupaten/Kota) satu persatu untuk tiap indikator.
Dari metode tersebut, skoring IKP 2017 dibedakan ke dalam
3 kategori kerawanan, yaitu kategori rawan rendah (0-1,99), kategori rawan
sedang (2,00-2,99), dan kategori rawan tinggi (3,00-5,00).
Berdasarkan hasil skoring IKP 2017, daerah yang
menyelenggarakan pemilihan Gubernur yang masuk kedalam kategori kerawanan tinggi
adalah provinsi Papua Barat (skor: 3,38), Aceh (skor: 3,32), dan Banten (skor:
3,14) sedangkan 4 provinsi lainnya, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Kepulauan
Bangka Belitung, dan Gorontalo masuk ke dalam kategori kerawanan sedang. Berarti,
sisanya masuk dalam kategori kerawanan
rendah, dengan skore antara 0 hingga 1,99.
Provinsi Papua Barat memiliki kerawanan untuk dimensi
penyelenggaraan terkait integritas dan profesionalitas penyelenggara. Ancaman
tindak kekerasan terhadap penyelenggara juga perlu diantisipasi.
Provinsi Aceh memiliki kerawanan pada aspek
penyelenggaraan, kontestansi, dan partisipasi. Aceh memiliki jumlah
kabupaten/kota terbanyak yang akan melaksanakan pilkada.
Provinsi Banten dipengaruhi dimensi kontestansi terutama
faktor kekerabatan dan hubungan keluarga calon yang bisa berdampak pada dimensi
integritas penyelenggara.
Provinsi DKI Jakarta kerawanannya
bukan dari aspek penyelenggara, tapi terkait kontestasi, ada dinamika yang
perlu dicermati bersama, hal tersebut ini
berpotensi terjadi konflik horizontal jika tidak diantisipasi dari sekarang.
PENGEJAWANTAHAN PANCASILA
IPK bersifat dinamis,
artinya komponen penyusunan bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada. Aspek utama
sekarang yaitu aspek penyelenggaraan, aspek
kontestasi, dan aspek partisipasi, sangat mungkin berkembang. Malah mungkin aspek pendukung
justru yang bicara apa adanya. Atau pernik-pernik aspek pendukung menggambarkan
realitas fakta. Kita tidak boleh berburuk prasangka. Walau selama ini yang
terjadi memang begitu adanya, sudah jadi rahasia umum.
Pasca reformasi yang dimulai dari puncaknya, 21 Mei 1998,
menghasilkan bahwasanya keberadaan partai politik sebagai perekat atau peretak
bangsa. Di dalam tubuh internal partai bisa terjadi konflik, apalagi saat
menghadapi lawan politik. Nafsu syahwat kawanan politikus jebolan Orde Baru menjadi
penyubur dendam politik tak berkesudahan. Pengkhianat politik bukan pasal
tercela. Tipikor menjadi produk unggulan partai. Bagaimana parpol memposisikan
presiden hanya sebagai petugas partai. Ketua umum parpol yang mempunyai hak prerogatif
lokal. Bencana politik menjadi menu harian kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar