Efek Domino Perokok Pemula Terhadap Bonus Demografi
Indonesia sudah mulai mengenal dan akrab dengan bonus demografi sejak 2012.
Bonus demografi terjadi ketika jumlah penduduk berusia produktif 15-64 tahun
lebih banyak ketimbang usia tak produktif (di bawah 15 dan lebih dari 64). Kesan
pertama yaitu penduduk berusia <15 tahun dan >64 tahun masuk kategori tak
produktif. Tentunya ada perbedaan nyata makna
tak produktif antar batasan usia tersebut.
Produktivitas manusia usia >64 tahun yang telah meniti rentang waktu dan
perjalanan hidup disertai makan asam garam kehidupan, tentu beda dengan produktivitas
manusia <15 tahun. Beda pada kinerja otot, tulang dan tenaga. Semangat, daya
juang, keuletan tidak luntur di makan waktu. Minimal pernah muda. Sedikit banyak
sudah meliwati berbagai tahap sensor, sortir, seleksi, saringan kehidupan yang
terkadang tidak ramah, tidak kenal kompromi bahkan tidak pakai rasa belas
kasihan.
Manusia usia <15 tahun jangan diartikan tidak produktif, tidak mampu
berbuat, tidak mampu berkarya. Usia pada tahap proses tumbuh kembang dari
berbagai aspek, menjadikan mereka perlu pendidikan, pengajaran, pelatihan yang
terkait agama dan ilmu. Kelompok ini selain masih labil, juga masih rawan,
rentan, riskan dari intervensi eksternal. Mudah terkontaminasi liwat panca
indranya.
Bangsa Indonesia yang merupakan akumulasi penduduk semua usia, jika
pondasinya pada penduduk usia <15 tahun, betapa penting dan menentukan peran
mereka terhadap masa depan bangsa dan negara. Cara sederhana menghancurkan
bangsa dan negara Indonesia, dimulai dengan melemahkan generasi muda atau
penduduk usia <15 tahun.
Cara melemahkan yang selama
ini berlangsung antara lain terjadi pembiaran munculnya perokok anak.
Ironisnya, usia perokok pemula semakin muda. Inilah yang diharapkan dan diincar
oleh pihak penjajah NKRI secara tak langsung, agar anak usia sekolah dasar
sudah menjadi perokok. Bahkan rokok sudah dikenalkan sejak dini. Indonesia
memang bebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi belum merdeka dari penjajahan
bangsa sendiri. Bangsa sendiri yang jumlahnya tak seberapa, cuma beberapa
gelintir, namun mampu berkubang resmi di industri rokok yang nyatanya menjadi
musuh bersama. Walhasil, pemerintah tidak mampu memberantas tikus di sarangnya.
[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar