peluang emas, angkat besi vs angkat kaki
Prestasi olah raga Indonesia di Olimpiade 2016, Rio
de Janeiro, Brasil, berkumandang berkat
cabang olah raga angkat besi. Medali pertama diperoleh oleh lifter perempuan. Banyak hal yang
tersurat maupun tersirat dari fakta tersebut. Nada optimis maupun suara sumbang
tergantung yang empunya penalaran.
Ada beberapa pertanda bukti yang cukup menggelitik
untuk disimak :
Pertama, Indonesia di cabang olah raga yang membutuhkan kekuatan otot, tenaga esktra, ketahanan fisik, malah bisa bicara. Bukti,
di raga yang sehat terdapat kaya jiwa. Capaian julukan tukang angkat besi,
butuh asupan kalori, gizi di atas rata-rata nasional. Tak bisa disandingkan
dengan olimpiade sains, walau utusan dan perwakilan dari Indonesia acap menyabet
serta menyandang gelar juara.
Kedua, prestasi lifter perempuan ini sekaligus menisbahkan, membandingkan dengan
prestasi kaum hawa di panggung politik. Bedanya, kemampuan sebagai atlit bukan
karena faktor hibah warisan. Semangat olah raga memang bisa diawali dari nenek moyangnya, faktor lingkungan yang ramah
olah gerak fisik. Prestasi bisa didongkrak dengan latihan, pola gizi, pembinaan
revolusi mental sebagai juara.
Ketiga, jangan diterjemahkan olah raga tim, Indonesia masih sedang sibuk rapat koordinasi
dan stabilisasi nasional. Rasa persatuan dan kesatuan tim nasional,
terkontaminasi praktik koalisi partai politik pro-pemerintah. Semangat tanding
adalah bagaimana membungkam ruang gerak lawan politiknya. Kesempatan untuk
menarik nafas lega pun jangan dibiarkan. Ironis, kawanan parpolis malah hanya
juara angkat bicara. Memanfaatkan media masa berbayar.
Angkat tangan, angkat kaki, angkat koper sebelum
sampai akhir perjuangan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar